Muhadis Mahameru (Guru Produktif SMK
Negeri 1 Anambas, muhadis_mahameru@yahoo.co.id)
ABSTRAK
T
|
iap siswa unik,
mempunyai ciri-ciri tersendiri, lain dari pada yang lain. Walaupun setiap siswa
berbeda dengan siswa yang lain, banyak pula persamaan antara mereka. Pendidikan
seyogyanya mencangkup perkembangan kognitif, afektif dan psikomotor, oleh
karena itu agar pendidikan dan keunikan siswa dapat berjalan seirama maka
kurikulum hendaknya memperhitungkan keunikan siswa agar ia sedapat mungkin
dapat berkembang sesuai dengan bakatnya. Dan bakat atau potensi dari siswa
tersebut akan dapat lebih optimal dikembangkan melalui wadah formal berupa
pendidikan vokasional.
Kata Kunci : Multipel Intellegences, Pendidikan
Vokasional
ABSTRACT
Every
student is unique, he or she has his or her own characteristics. They are
different each others. Although every student is different from others,
actually there are many similarities between them. Education should covers the
development of 3 ascpects: cognitive, affective and psychomotor, therefore, in
order the education and the uniqueness of students can walk in rhythm, the
curriculum should consider the uniqueness of the students so that they can
develop their talent accordingly. the talent or the potential of these students
will be more optimally developed through formal educational institusion, named Vocational Education
Key Words : Multiple
Intelegencies, Vocational Education
PENDAHULUAN
Sekolah
merupakan tempat menyampaikan kebudayaan kepada generasi muda demi kelanjutan
bangsa dan negara. Sekolah juga wadah dalam memberi sumbangan kepada perbaikan
dan pembangunan masyarakat. selain itu sekolah juga sebagai tempat
mengembangkan pribadi anak seutuhnya. Untuk melakukan tugas itu dengan baik,
maka harus diperhitungkan anak sebagai faktor penting dalam pengembangan
kurikulum. Rousseau (1712-1778) dalam bukunya Emile mengatakan bahwa segala
sesuatu yang datang dari Tuhan adalah baik, akan tetapi menjadi rusak dalam
tangan manusia yang telah dipengaruhi oleh kebudayaan. Ia menganjurkan agar
anak diberi kesempatan untuk berkembang menurut kodrat alam masing-masing.
Kendala bagi
dunia pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas adalah masih
banyaknya sekolah yang mempunya pola pikir tradisional dalam menjalankan proses
belajarnya, yakni sekolah hanya menekankan pada kemampuan logika (matematika)
dan bahasa. Suatu kekeliruan yang besar jika setiap kenaikan kelas, prestasi
anak didiknya hanya diukur dengan kemampuan matematika dan bahasa. Dengan
demikian sistem pendidikan nasional yang mengukur tingkat kecerdasan anak didik
yang semata-mata hanya menekankan kemampuan logika dan bahasa perlu direvisi.
Pendekatan di
dalam pembelajaran yang sangat mementingkan aspek-aspek akademik cenderung
memberikan tekanan pada perkembangan intelligensi saja, karena hanya terbatas
aspek kogitif sehingga manusia telah dipersempit menjadi sekedar memiliki
kecerdasan kognitif atau yang sering disebut dengan IQ. Saat ini kemajuan dan
perkembangan-perkembangan ilmiah yang terkait dengan hal tersebut, serta
memiliki model-model praktis rekayasa mengenai kecerdasan banyak dijadikan
rujukan bagi perkembangan kecerdasan khususnya di dunia pendidikan.
Howard Gardner
memperkenalkan penelitiannya yang berkaitan dengan multiple intellegences
(kecerdasan majemuk). Teorinya menghilangkan anggapan yang ada selama ini
tentang kecerdasan manusia. Gardner menolak asumsi bahwa individu hanya
memiliki kecerdasan tunggal. Meskipun individu sebagian besar individu
menunjukkan penguasaan seluruh spektrum kecerdasan, tetapi sebagian besar
individu memiliki tingkat penguasaan yang berbeda. Individu memiliki beberapa
kecerdasan dan kecerdasan-kecerdasan itu bergabung menjadi satu kesatuan
membentuk kemampuan pribadi yang cukup tinggi. Namun, setiap kecerdasan tampak
memiliki urutan perkembangan sendiri, tumbuh dan menjelma pada waktu yang
berbeda dalam suatu kehidupan, sehingga seseorang memiliki kecenderungan pada
bidangnya masing-masing.
Sejalan dengan
pernyataan di atas peningkatan mutu pendidikan, menyangkut pengendalian
komponen-komponen pendidikan yang menunjang terpenuhinya mutu pendidikan yang
berdasarkan kecenderungan kecerdasan pada bidangnya masing-masing maka
dilaksanakan pendidikan vokasi (kejuruan).
TINJAUAN PUSTAKA
Teori kecerdasan majemuk
(Multiple Intelligence atau MI) merupakan istilah yang relatif baru yang
dikenalkan oleh Howard Gardner. Jasmine (2007: 5) menjelaskan bahwa “Teori
tentang Kecerdasan Majemuk (KM) adalah salah satu perkembangan paling penting
dan paling menjanjikan dalam pendidikan dewasa ini”. Teori KM didasarkan atas
karya Howard Gardner, pakar psikologi perkembangan, yang berupaya menciptakan
teori baru tentang pengetahuan sebagai bagian dari karyanya di Universitas
Harvard. Gardner berkenaan dengan teori tersebut, yaitu Frame of Mind (1983)
menjelaskan ada delapan macam kecerdasan manusia yang meliputi bahasa
(linguistic), musik (musical), logika-matematika (logical-mathematical),
spasial (spatial), kinestetis-tubuh (bodily-kinesthetic), intrapersonal
(intrapersonal), interpersonal (interpersonal), dan naturalis (naturalits).
Berikut ini dijelaskan secara ringkas satu persatu dari bentuk-bentuk
kecerdasan yang dimaksud oleh Gardner.
1.
Kecerdasan
Bahasa (Linguistic Intelligence).
Kecerdasan
bahasa erat hubungannya dengan keterampilan orang dalam menguasai bahasa
tulisan dan lisan. Shearer (2004: 4) menjelaskan bahwa “Ciri utama dari
kecerdasan bahasa meliputi kemampuan menggunakan kata-kata secara efektif dalam
membaca, menulis, dan berbicara. Keterampilan berbahasa penting sekali untuk
memberikan berbagai penjelasan, deskripsi, dan ungkapan ekspresif”. Banyak
orang dengan kecerdasan bahasa yang menonjol mempunyai kemampuan dalam
bersyair, atau gaya menulis yang kaya ekspresi (Gardner, 2003). Gardner percaya
para penyair dan penulis berbakat mempunyai pemahaman yang kuat tentang
semantik (arti kata-kata), fonologi (bunyi bahasa), pragmatik (penggunaan
bahasa), dan sintaksis (kaidah bahasa) dalam menggunakan kata-kata dan gagasan
uniknya.
Komponen lain dari kecerdasan bahasa adalah memori lisan (verbal memory). Gardner (2003) menjelaskan bahwa “Kemampuan untuk mengingat informasi seperti daftar-daftar lisan yang panjang merupakan bentuk lain dari kecerdasan bahasa”. Oleh karena kekuatan memori lisan, maka mengingat dan mengulangi kata-kata yang panjang menjadi mudah bagi orang dengan kecerdasan bahasa yang menonjol. Bagi orang yang kuat memori lisannya maka gagasan mengalir dengan konstan hal ini disebabkan mereka mempunyai banyak kata-kata di dalam memori lisannya. Tanpa menghiraukan bagian khusus dari kekuatan memori lisan, penekanan terjadi baik pada bahasa tulis maupun bahasa lisan dalam kecerdasan bahasa (Gardner, 2003).
Komponen lain dari kecerdasan bahasa adalah memori lisan (verbal memory). Gardner (2003) menjelaskan bahwa “Kemampuan untuk mengingat informasi seperti daftar-daftar lisan yang panjang merupakan bentuk lain dari kecerdasan bahasa”. Oleh karena kekuatan memori lisan, maka mengingat dan mengulangi kata-kata yang panjang menjadi mudah bagi orang dengan kecerdasan bahasa yang menonjol. Bagi orang yang kuat memori lisannya maka gagasan mengalir dengan konstan hal ini disebabkan mereka mempunyai banyak kata-kata di dalam memori lisannya. Tanpa menghiraukan bagian khusus dari kekuatan memori lisan, penekanan terjadi baik pada bahasa tulis maupun bahasa lisan dalam kecerdasan bahasa (Gardner, 2003).
2.
Kecerdasan Musik
(Musical Intelligence).
Kecerdasan yang
muncul lebih awal pada manusia dibanding kecerdasan lain adalah bakat musik.
Shearer (2004 : 4) menjelaskan bahwa “Kecerdasan musikal meliputi kepekaan
terhadap tangga nada, irama, dan warna bunyi (kualitas suara) serta aspek
emosional akan bunyi yang berhubungan dengan bagian fungsional dari apresiasi
musik, bernyanyi, dan memainkan alat musik”. Agar dapat dikatakan menonjol pada
kecerdasan musik maka seseorang harus mempunyai kemampuan auditorial dengan
baik (Gardner, 2003). Kemampuan auditorial tidak hanya menjadikan seseorang
mampu mendengar dan merangkai musik saja, juga seseorang mampu mengingat
pengalaman bermusik. Gardner (2003 : 102) juga menjelaskan bahwa “Kemampuan
bermusik berhubungan dengan memori suara. Sekian persen dari apa yang didengar
seseorang akan masuk dalam alam bawah sadarnya dan menjadi bagian pokok dari
daya ingatnya”. Musik sering dimasukkan dalam ranah kecerdasan karena merupakan
komponen memori. Pesinetron dan pengarang lagu adalah contoh orang-orang yang memiliki
kecerdasan musik yang menonjol.
3.
Kecerdasan
Logika-Matematika (Logical-Mathematical Intelligence).
Bentuk lain dari
kecerdasan manusia adalah kecerdasan logika-matematika. Shearer (2004: 4)
menyatakan bahwa “Kecerdasan logika-matematika meliputi keterampilan berhitung
juga berpikir logis dan keterampilan pemecahan masalah”. Matematikawan bukanlah
satu-satunya ciri orang yang menonjol dalam kecerdasan logika-matematika.
Siapapun yang dapat menunjukkan kemampuan berhitung dengan cepat, menaksir, melengkapi
permasalahan aritmetika, memahami atau membuat alasan tentang hubungan-hubungan
antar angka, menyelesaikan pola atau melengkapi irama bilangan, dan membaca
penanggalan atau sistem notasi lain sudah merupakan ciri menonjol dari
kecerdasan logika-matematika (Gardner, 2003).
4.
Kecerdasan
Visual-Spasial (Visual-Spatial Intelligence)
Kecerdasan ruang
kadang-kadang disebut juga dengan kecerdasan visual-spasial. Kecerdasan ini
meliputi kemampuan-kemampuan untuk merepresentasikan dunia melalui
gambaran-gambaran mental dan ungkapan artistik (Shearer, 2004). Gardner (2003 :
173) mengakui bahwa “Pusat bagi kecerdasan ruang adalah kapasitas untuk
merasakan dunia visual secara akurat, untuk melakukan transformasi dan
modifikasi terhadap persepsi awal atas pengelihatan, dan mampu menciptakan
kembali aspek dari pengalaman visual, bahkan sampai pada ketidakhadiran dari
stimulus fisik yang berhubungan dengan pengalaman visualnya”. Ada banyak
profesi atau ciri orang yang memerlukan kecerdasan ruang seperti, seorang pelaut
memerlukan kemampuan untuk mengemudikan perahunya dengan bantuan peta; seorang
arsitek dapat memanfaatkan sepetak ruang untuk membuat bangunan, dan seorang
gelandang harus mampu memperkirakan seberapa jauh penyerang dapat menerima
operan bola (Checkley, 1997). Kecerdasan visual-spasial berhubungan dengan
objek dan ruang yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
5.
Kecerdasan
Kinestetik-Tubuh (Bodily-Kinesthetic Intelligence)
Suatu kecerdasan
yang sangat aktif yang dianugrahkan pada manusia adalah kecerdasan
kinestetik-tubuh. Shearer (2004: 5) menjelaskan bahwa “Kecerdasan kinestetik
menyoroti kemampuan untuk menggunakan seluruh badan (atau bagian dari badan)
dalam membedakan berbagai cara baik untuk ekspresi gerak (tarian, akting)
maupun aktivitas bertujuan (atletik)”. Penari dan perenang merupakan contoh
dalam mengembangkan penguasaan gerak badan mereka sesuai gerakan khusus. Ada
juga kemampuan menggerakkan objek dengan gerakan kompleks, seperti pemain
basebal dan pemain musik. Semua orang dengan kecerdasan kinestetik-tubuh yang
menonjol mampu menggunakan otot-ototnya untuk mengendalikan gerak badannya,
memiliki koordinasi tangan-mata, dan mampu menggerakkan objek untuk melengkapi
sejumlah gerak kompleks atau mengatur sebuah pesan (Gardner, 1983).
6.
Kecerdasan
Intrapersonal (Intrapersonal Intelligence)
Ada dua
kecerdasan yang berhubungan dengan perasaan diri sendiri. Pertama kecerdasan
pribadi yang berhubungan dengan aspek internal dari seseorang. Hal itu disebut
dengan kecerdasan intrapersonal. Shearer (2004: 6) menjelaskan bahwa “Fungsi
penting dari kecerdasan intrapersonal ialah meliputi penilaian-diri yang
akurat, penentuan tujuan, memahami-diri atau instropeksi, dan mengatur emosi
diri. Jika seseorang sudah memiliki kecerdasan intrapersonal yang kuat maka ia
mampu memahami dirinya sebagai pribadi, apakah menyangkut potensi dirinya,
bagaimana ia mereaksi terhadap berbagai hal, dan apa yang menjadi cita-citanya
(Checkley, 1997). Dengan kecerdasan intrapersonal yang baik diharapkan setiap
orang mampu membuat keputusan dan menentukan perilakunya tanpa harus selalu
diarahkan dari orang lain.
7.
Kecerdasan
Interpesonal (Interpersonal Intelligence)
Kecerdasan kedua
yang berhubungan dengan orang dan pemahaman terhadap diri sendiri merupakan
hubungan interpersonal. Kecerdasan interpersonal, sebagai sisi lain dari
kecerdasan intrapersonal, sangat berhubungan dengan kemampuan untuk memahami
orang lain. Shearer (2004: 6) menyatakan bahwa “Kecerdasan interpersonal
mendorong keberhasilan seseorang dalam mengatur hubungan antar individu. Dua
keterampilan pokok itu merupakan kemampuan untuk mengenali dan menerima
perbedaan antar individu dan kemampuan untuk mengenali emosi, suasana hati,
perspektif, dan motivasi orang”. Contoh profesi yang pekerjaan sehari-harinya
berhadapan dengan orang, seperti guru, dokter, polisi, atau pedagang perlu
lebih trampil dalam kecerdasan interpersonal supaya lebih berhasil di tempat
kerja (Checkley, 1997). Namun hal itu jauh lebih sulit bagi beberapa orang yang
bekerja bersama orang lain di mana mereka tidak bisa memahami atau dengan siapa
mereka tidak bisa berhubungan.
8.
Kecerdasan
Naturalis (Naturalist Intelligence)
Lama sekali
setelah Gardner menulis bukunya, Frames of Mind, ia menemukan bentuk kecerdasan
yang lain. Bentuk kecerdasan kedelapan yang dimaksud oleh Gardner adalah
kecerdasan naturalis. Shearer (2004: 6) menjelaskan bahwa “Orang yang menonjol
dalam kecerdasan naturalis menunjukkan rasa empati, pengenalan, dan pemahaman
tentang kehidupan dan alam (tanaman, hewan, geologi)”. Ada banyak bidang
pekerjaan yang menghendaki bakat naturalis, seperti petani, ilmuwan, ahli
tanah, dan orang yang berciri khas mengamati perilaku alam (Shearer, 2004).
Walaupun ada banyak bidang pekerjaan yang memerlukan kekuatan kecerdasan
naturalis, banyak orang dapat memiliki kekuatan kecerdasan naturalis dengan
pemahaman sederhana dan memahami hakikat alam.
Beberapa prinsip penting
yang harus diperhatikan dalam teori kecerdasan majemuk ini diantaranya adalah :
1. Setiap
orang memiliki delapan kecerdasan. Teori ini bukan untuk menegaskan
bahwa seseorang memiliki kecerdasan tertentu, tapi untuk menegaskan bahwa
setiap orang memungkinkan memiliki delapan tipe kecerdasan. Tentu
saja, delapan tipe kecerdasan ini berfungsi berbarengan dengan cara yang
berbeda-beda setiap orang. Beberapa memiliki tingkatan yang sangat
tinggi untuk beberapa kecerdasan. Beberapa yang lainnya tidak
terlalu menonjol pada kecerdasan yang lain.
2. Orang
pada umumnya dapat mengembangkan setiap kecerdasan sampai pada tingkat
penguasaan yang memadai. Menurut Gardner, setiap orang
memiliki kemampuan mengembangkan kecerdasannya sampai pada kinerja tingkat
tinggi yang memadai jika ia mendapatkan dukungan, pengayaan, dan
pembelajaran.
3. Kecerdasan-kecerdasan
umumnya bekerja bersamaan dengan cara yang kompleks. Kecerdasan
selalu berinteraksi satu sama lain. Tidak ada kecerdasan yang mampu
bekerja sendiri. Gardner mengecualikan untuk orang savant atau orang
yang mengalami cedera otak.
4. Ada
banyak cara agar menjadi cerdas dalam setiap kategori. Artinya,
tidak ada atribut standar agar seseorang bisa disebut cerdas pada wilayah
tertentu. Seseorang tidak pandai membaca cepat, tetapi ia mampu
bercerita secara memukau di hadapan banyak orang untuk melengkapi kecerdasan.
Undang-Undang
Nomor 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi yang memberikan landasan hukum
yang kuat bagi pengembangan pendidikan vokasi di Indonesia menyatakan bahwa, Pendidikan vokasi adalah pendidikan yang
diarahkan pada penguasaan dan pengembangan keahlian terapan, beradaptasi pada
bidang pekerjaan tertentu dan dapat menciptakan peluang kerja.Pendidikan vokasi
menganut sistem terbuka (multi-entry-exit system) dan multimakna (berorientasi
pada pembudayaan, pemberdayaan, pembentukan watak, dan kepribadian, serta
berbagai kecakapan hidup life skill yang akan dilaksanakan melalui kurikulum
2013.
Adapun tujuan dari pendidikan
Vokasi dan Kejuruan adalah sebagai berikut :
1.
Pengembangan
kualitas dasar peserta didik ( daya pikir, daya qolbu, dan daya fisik ) yang
diperlukan untuk bekerja pada bidang keahlian tertentu ( perencana, untuk
lulusan bidang vokasi sedangkan tenaga terampil untuk lulusan kejuruan )
2.
Pengembangan
kualitas instrumental yang diperlukan untuk bekerja pada bidang keahlian
tertentu ( mono-disiplin, multi-disiplin, antar-disiplin, dan lintas disiplin,
baik disiplin ilmu lunak maupun keras serta terapannya yaitu teknologi termasuk
jiwa kewirausahaan). Secara spesifik, pendidikan vokasi dan kejuruan bertujuan
untuk menyiapkan peserta didik memasuki dunia keja yang relevan dan mempu
mengembangkan diri di tempat kerja yang syarat perubahan. Implikasinya,
pendidikan vokasi dan kejuruan harus diselenggarakan secara kolaboatif dengan
dunia usaha dan industri ( DU/DI), mulai dari perumusan standar kompetensi,
penyusunan kurikulum, pelaksanaan proses belajar mengajar/pelatihan, evaluasi
dan sertifikasi. Konsekwensinya, experiential learning harus diterapkan
sehingga link & match antara institusi pendidikan vokasi dan kejuruan
dengan DU/DI keharusan untuk dilaksanakan.
SARAN APLIKASI
Kecerdasan adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang. Kemampuan-kemampuan yang dimiliki
seseorang tidak akan semuanya sama dengan kemampuan-kemampuan yang dimiliki orang
lain, karena kemampuan banyak jenisnya (beranekaragam), dan keanekaragaman dari
kemampuan-kemampuan itu disebut dengan kecerdasan majemuk (multiple
intelegensi).
Pola pengajaran tradisional yang hanya
menekankan pada kemampuan logika
(matematika) dan bahasa yang disampaikan dalam bentuk ceramah mungkin
membosankan siswa. Teori Multiple Intelligences menyarankan beberapa cara
yang
memungkinkan materi pelajaran dapat disampaikan dalam proses belajar
yang lebih efektif.
Cara-cara penyampaian materi
pelajaran yang dapat
digunakan oleh guru sebagai berikut : 1) Kata-kata (Linguistic Intelligence). 2) Angka atau
logika (Logical -Mathematical Intelligence). 3) Gambar (Visual -Spatial
Intelligence). 4) Musik (Musical Intelligence). 5) Pengalaman fisik
(Bodily-Kinesthetic Intelligence). 6) Pengalaman sosial (Interpersonal
Intelligence). 7) Refleksi diri (Intrapersonal Intelligence). 8) Pengalaman di
lapangan (Naturalist Intelligence). 9) Peristiwa (Existence Intelligence).
Salah satu problem pendidikan di Indonesia selama ini
adalah relevansi pendidikan dengan dunia kerja. Rendahnya Pendidikan di Indonesia kurang memperhatikan relevansi kurikulum
dengan kebutuhan pasar, sebab lebih mengarah kepada pendidikan akademis
ketimbang vokasional atau kejuruan yang menghasilkan tenaga kerja terampil.
Pendekatan sistem pembelajaran perlu menyesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan
terkini dalam menyiapkan lulusan untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian
terapan tertentu. Dan tentu saja jenis keahlian-keahlian yang diperoleh dari
pendidikan vokasi harus sesuai dengan jenis kecerdasan yang dimiliki siswa
sesuai dengan prinsip multipel intelegensi.
Upaya
menerapkan Mulitiple Intelligences bukan hanya tanggung
jawab guru dan kepala sekolah saja, tetapi pihak orang tua pun perlu dilibatkan. Kita harus bersinergi dengan pihak orang tua. Orang tua pun memiliki andil dalam menentukan cara belajar anaknya. Masih
banyak orang tua yang memiliki
pola pikir tradisional dalam memandang kemampuan yang harus dicapai oleh anaknya.
Mereka masih memandang anaknya bodoh, jika anaknya tidak pandai
dalam matematika atau bahasa. Pola pikir orang tua seperti itu harus diubah.
Pihak sekolah hendaknya mengadakan seminar bagi orang tua. Seminar itu menjelaskan bahwa kecerdasan anak bukan hanya dipandang dari kemampuan
matematika dan bahasa,
melainkan masih banyak kemampuan lainnya
yang dapat dikembangkan sesuai dengan keunikan
anak. Jika pandangan
baru ini diberikan kepada
orang tua, diharapkan setiap orang tua dapat mendukung pihak sekolah
untuk mengembangkan Multiple Intelligences. Salah satu bentuk
peran serta orang tua
dalam pengembangan Multiple Intelligences adalah dengan tidak
memaksakan anak untuk hanya menguasai
kemampuan matematika dan bahasa, tetapi
mereka pun dapat membimbing dan mengarahkan anaknya sesuai dengan keunikannya masing-masing.
KESIMPULAN
Salah satu
problem pendidikan di Indonesia selama ini adalah relevansi pendidikan dengan
dunia kerja. Rendahnya Pendidikan di Indonesia kurang memperhatikan relevansi
kurikulum dengan kebutuhan pasar, sebab lebih mengarah kepada pendidikan
akademis ketimbang vokasional atau kejuruan yang
menghasilkan tenaga kerja terampil. Pendekatan sistem pembelajaran perlu
menyesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan terkini dalam menyiapkan lulusan untuk
memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu.
Teori Multiple Intelligences,
mencoba untuk mengubah pandangan bahwa kecerdasan seseorang hanya terdiri dari
kemampuan Logika (matematika)
dan
bahasa. Multiple Intelligences memberikan pandangan bahwa terdapat
sembilan macam kecerdasan yang dimiliki oleh setiap
orang. Yang membedakan antara yang satu dengan yang lainnya
adalah komposisi atau dominasi dari kecerdasan tersebut.
Dengan memahami dan menerapkan pembelajaran
berdasarkan multipel intelligences maka setiap siswa sebenarnya menerima apa
yang sesuai dimiliki dan dibutuhkannya yang sesuai dengan bakat yang dibawanya
sejak lahir. Penerapan pembelajaran multipel intelligences ini pada hakekatnya
adalah sejalan dengan pendidikan vokasional (kejuruan) yang mengarah pada
bidang-bidang tertentu yang sesuai dengan minat dan bakat siswa sehingga
pendidikan yang diperoleh dari pendidikan vokasional tersebut menjadikan siswa
mampu bekerja atau terjun kemasyarakat sesuai dengan bakatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Chatib, Munif. 2009. Sekolahnya Manusia : Sekolah Berbasis Multiple Intelligences Indonesia.
Bandung : Khaifa
Gardner, Howard. 2003. Multiple
Intelligences (Kecerdasan Majemuk). Batam : Interaksara
Jasmine, Julia. 2007. Panduan Praktis Mengajar Berbasis Multipel Intelligences. Bandung : Nuansa
Rousseau, JJ. 1762. Emile Ou L’Educatiaon
Shearer,C.B.2004. Multiple Intelligences After 20 Years. Teacher College Record
Tidak ada komentar:
Posting Komentar