Minggu, 15 Maret 2015

PENERAPAN MULTIPLE INTELLIGENCES MELALUI PENDIDIKAN VOKASIONAL



Muhadis Mahameru (Guru Produktif SMK Negeri 1 Anambas, muhadis_mahameru@yahoo.co.id)

ABSTRAK
T
iap siswa unik, mempunyai ciri-ciri tersendiri, lain dari pada yang lain. Walaupun setiap siswa berbeda dengan siswa yang lain, banyak pula persamaan antara mereka. Pendidikan seyogyanya mencangkup perkembangan kognitif, afektif dan psikomotor, oleh karena itu agar pendidikan dan keunikan siswa dapat berjalan seirama maka kurikulum hendaknya memperhitungkan keunikan siswa agar ia sedapat mungkin dapat berkembang sesuai dengan bakatnya. Dan bakat atau potensi dari siswa tersebut akan dapat lebih optimal dikembangkan melalui wadah formal berupa pendidikan vokasional.
Kata Kunci : Multipel Intellegences, Pendidikan Vokasional
ABSTRACT
Every student is unique, he or she has his or her own characteristics. They are different each others. Although every student is different from others, actually there are many similarities between them. Education should covers the development of 3 ascpects: cognitive, affective and psychomotor, therefore, in order the education and the uniqueness of students can walk in rhythm, the curriculum should consider the uniqueness of the students so that they can develop their talent accordingly. the talent or the potential of these students will be more optimally developed through formal educational institusion, named Vocational Education
                Key Words : Multiple Intelegencies, Vocational Education

PENDAHULUAN
Sekolah merupakan tempat menyampaikan kebudayaan kepada generasi muda demi kelanjutan bangsa dan negara. Sekolah juga wadah dalam memberi sumbangan kepada perbaikan dan pembangunan masyarakat. selain itu sekolah juga sebagai tempat mengembangkan pribadi anak seutuhnya. Untuk melakukan tugas itu dengan baik, maka harus diperhitungkan anak sebagai faktor penting dalam pengembangan kurikulum. Rousseau (1712-1778) dalam bukunya Emile mengatakan bahwa segala sesuatu yang datang dari Tuhan adalah baik, akan tetapi menjadi rusak dalam tangan manusia yang telah dipengaruhi oleh kebudayaan. Ia menganjurkan agar anak diberi kesempatan untuk berkembang menurut kodrat alam masing-masing.
Kendala bagi dunia pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas adalah masih banyaknya sekolah yang mempunya pola pikir tradisional dalam menjalankan proses belajarnya, yakni sekolah hanya menekankan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa. Suatu kekeliruan yang besar jika setiap kenaikan kelas, prestasi anak didiknya hanya diukur dengan kemampuan matematika dan bahasa. Dengan demikian sistem pendidikan nasional yang mengukur tingkat kecerdasan anak didik yang semata-mata hanya menekankan kemampuan logika dan bahasa perlu direvisi.
Pendekatan di dalam pembelajaran yang sangat mementingkan aspek-aspek akademik cenderung memberikan tekanan pada perkembangan intelligensi saja, karena hanya terbatas aspek kogitif sehingga manusia telah dipersempit menjadi sekedar memiliki kecerdasan kognitif atau yang sering disebut dengan IQ. Saat ini kemajuan dan perkembangan-perkembangan ilmiah yang terkait dengan hal tersebut, serta memiliki model-model praktis rekayasa mengenai kecerdasan banyak dijadikan rujukan bagi perkembangan kecerdasan khususnya di dunia pendidikan.
Howard Gardner memperkenalkan penelitiannya yang berkaitan dengan multiple intellegences (kecerdasan majemuk). Teorinya menghilangkan anggapan yang ada selama ini tentang kecerdasan manusia. Gardner menolak asumsi bahwa individu hanya memiliki kecerdasan tunggal. Meskipun individu sebagian besar individu menunjukkan penguasaan seluruh spektrum kecerdasan, tetapi sebagian besar individu memiliki tingkat penguasaan yang berbeda. Individu memiliki beberapa kecerdasan dan kecerdasan-kecerdasan itu bergabung menjadi satu kesatuan membentuk kemampuan pribadi yang cukup tinggi. Namun, setiap kecerdasan tampak memiliki urutan perkembangan sendiri, tumbuh dan menjelma pada waktu yang berbeda dalam suatu kehidupan, sehingga seseorang memiliki kecenderungan pada bidangnya masing-masing.
Sejalan dengan pernyataan di atas peningkatan mutu pendidikan, menyangkut pengendalian komponen-komponen pendidikan yang menunjang terpenuhinya mutu pendidikan yang berdasarkan kecenderungan kecerdasan pada bidangnya masing-masing maka dilaksanakan pendidikan vokasi (kejuruan).

TINJAUAN PUSTAKA
Teori kecerdasan majemuk (Multiple Intelligence atau MI) merupakan istilah yang relatif baru yang dikenalkan oleh Howard Gardner. Jasmine (2007: 5) menjelaskan bahwa “Teori tentang Kecerdasan Majemuk (KM) adalah salah satu perkembangan paling penting dan paling menjanjikan dalam pendidikan dewasa ini”. Teori KM didasarkan atas karya Howard Gardner, pakar psikologi perkembangan, yang berupaya menciptakan teori baru tentang pengetahuan sebagai bagian dari karyanya di Universitas Harvard. Gardner berkenaan dengan teori tersebut, yaitu Frame of Mind (1983) menjelaskan ada delapan macam kecerdasan manusia yang meliputi bahasa (linguistic), musik (musical), logika-matematika (logical-mathematical), spasial (spatial), kinestetis-tubuh (bodily-kinesthetic), intrapersonal (intrapersonal), interpersonal (interpersonal), dan naturalis (naturalits). Berikut ini dijelaskan secara ringkas satu persatu dari bentuk-bentuk kecerdasan yang dimaksud oleh Gardner.
1.       Kecerdasan Bahasa (Linguistic Intelligence).
Kecerdasan bahasa erat hubungannya dengan keterampilan orang dalam menguasai bahasa tulisan dan lisan. Shearer (2004: 4) menjelaskan bahwa “Ciri utama dari kecerdasan bahasa meliputi kemampuan menggunakan kata-kata secara efektif dalam membaca, menulis, dan berbicara. Keterampilan berbahasa penting sekali untuk memberikan berbagai penjelasan, deskripsi, dan ungkapan ekspresif”. Banyak orang dengan kecerdasan bahasa yang menonjol mempunyai kemampuan dalam bersyair, atau gaya menulis yang kaya ekspresi (Gardner, 2003). Gardner percaya para penyair dan penulis berbakat mempunyai pemahaman yang kuat tentang semantik (arti kata-kata), fonologi (bunyi bahasa), pragmatik (penggunaan bahasa), dan sintaksis (kaidah bahasa) dalam menggunakan kata-kata dan gagasan uniknya. 
Komponen lain dari kecerdasan bahasa adalah memori lisan (verbal memory). Gardner (2003) menjelaskan bahwa “Kemampuan untuk mengingat informasi seperti daftar-daftar lisan yang panjang merupakan bentuk lain dari kecerdasan bahasa”. Oleh karena kekuatan memori lisan, maka mengingat dan mengulangi kata-kata yang panjang menjadi mudah bagi orang dengan kecerdasan bahasa yang menonjol. Bagi orang yang kuat memori lisannya maka gagasan mengalir dengan konstan hal ini disebabkan mereka mempunyai banyak kata-kata di dalam memori lisannya. Tanpa menghiraukan bagian khusus dari kekuatan memori lisan, penekanan terjadi baik pada bahasa tulis maupun bahasa lisan dalam kecerdasan bahasa (Gardner, 2003).

2.       Kecerdasan Musik (Musical Intelligence).
Kecerdasan yang muncul lebih awal pada manusia dibanding kecerdasan lain adalah bakat musik. Shearer (2004 : 4) menjelaskan bahwa “Kecerdasan musikal meliputi kepekaan terhadap tangga nada, irama, dan warna bunyi (kualitas suara) serta aspek emosional akan bunyi yang berhubungan dengan bagian fungsional dari apresiasi musik, bernyanyi, dan memainkan alat musik”. Agar dapat dikatakan menonjol pada kecerdasan musik maka seseorang harus mempunyai kemampuan auditorial dengan baik (Gardner, 2003). Kemampuan auditorial tidak hanya menjadikan seseorang mampu mendengar dan merangkai musik saja, juga seseorang mampu mengingat pengalaman bermusik. Gardner (2003 : 102) juga menjelaskan bahwa “Kemampuan bermusik berhubungan dengan memori suara. Sekian persen dari apa yang didengar seseorang akan masuk dalam alam bawah sadarnya dan menjadi bagian pokok dari daya ingatnya”. Musik sering dimasukkan dalam ranah kecerdasan karena merupakan komponen memori. Pesinetron dan pengarang lagu adalah contoh orang-orang yang memiliki kecerdasan musik yang menonjol.

3.       Kecerdasan Logika-Matematika (Logical-Mathematical Intelligence).
Bentuk lain dari kecerdasan manusia adalah kecerdasan logika-matematika. Shearer (2004: 4) menyatakan bahwa “Kecerdasan logika-matematika meliputi keterampilan berhitung juga berpikir logis dan keterampilan pemecahan masalah”. Matematikawan bukanlah satu-satunya ciri orang yang menonjol dalam kecerdasan logika-matematika. Siapapun yang dapat menunjukkan kemampuan berhitung dengan cepat, menaksir, melengkapi permasalahan aritmetika, memahami atau membuat alasan tentang hubungan-hubungan antar angka, menyelesaikan pola atau melengkapi irama bilangan, dan membaca penanggalan atau sistem notasi lain sudah merupakan ciri menonjol dari kecerdasan logika-matematika (Gardner, 2003).

4.       Kecerdasan Visual-Spasial (Visual-Spatial Intelligence)
Kecerdasan ruang kadang-kadang disebut juga dengan kecerdasan visual-spasial. Kecerdasan ini meliputi kemampuan-kemampuan untuk merepresentasikan dunia melalui gambaran-gambaran mental dan ungkapan artistik (Shearer, 2004). Gardner (2003 : 173) mengakui bahwa “Pusat bagi kecerdasan ruang adalah kapasitas untuk merasakan dunia visual secara akurat, untuk melakukan transformasi dan modifikasi terhadap persepsi awal atas pengelihatan, dan mampu menciptakan kembali aspek dari pengalaman visual, bahkan sampai pada ketidakhadiran dari stimulus fisik yang berhubungan dengan pengalaman visualnya”. Ada banyak profesi atau ciri orang yang memerlukan kecerdasan ruang seperti, seorang pelaut memerlukan kemampuan untuk mengemudikan perahunya dengan bantuan peta; seorang arsitek dapat memanfaatkan sepetak ruang untuk membuat bangunan, dan seorang gelandang harus mampu memperkirakan seberapa jauh penyerang dapat menerima operan bola (Checkley, 1997). Kecerdasan visual-spasial berhubungan dengan objek dan ruang yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

5.       Kecerdasan Kinestetik-Tubuh (Bodily-Kinesthetic Intelligence)
Suatu kecerdasan yang sangat aktif yang dianugrahkan pada manusia adalah kecerdasan kinestetik-tubuh. Shearer (2004: 5) menjelaskan bahwa “Kecerdasan kinestetik menyoroti kemampuan untuk menggunakan seluruh badan (atau bagian dari badan) dalam membedakan berbagai cara baik untuk ekspresi gerak (tarian, akting) maupun aktivitas bertujuan (atletik)”. Penari dan perenang merupakan contoh dalam mengembangkan penguasaan gerak badan mereka sesuai gerakan khusus. Ada juga kemampuan menggerakkan objek dengan gerakan kompleks, seperti pemain basebal dan pemain musik. Semua orang dengan kecerdasan kinestetik-tubuh yang menonjol mampu menggunakan otot-ototnya untuk mengendalikan gerak badannya, memiliki koordinasi tangan-mata, dan mampu menggerakkan objek untuk melengkapi sejumlah gerak kompleks atau mengatur sebuah pesan (Gardner, 1983).

6.       Kecerdasan Intrapersonal (Intrapersonal Intelligence)
Ada dua kecerdasan yang berhubungan dengan perasaan diri sendiri. Pertama kecerdasan pribadi yang berhubungan dengan aspek internal dari seseorang. Hal itu disebut dengan kecerdasan intrapersonal. Shearer (2004: 6) menjelaskan bahwa “Fungsi penting dari kecerdasan intrapersonal ialah meliputi penilaian-diri yang akurat, penentuan tujuan, memahami-diri atau instropeksi, dan mengatur emosi diri. Jika seseorang sudah memiliki kecerdasan intrapersonal yang kuat maka ia mampu memahami dirinya sebagai pribadi, apakah menyangkut potensi dirinya, bagaimana ia mereaksi terhadap berbagai hal, dan apa yang menjadi cita-citanya (Checkley, 1997). Dengan kecerdasan intrapersonal yang baik diharapkan setiap orang mampu membuat keputusan dan menentukan perilakunya tanpa harus selalu diarahkan dari orang lain.

7.       Kecerdasan Interpesonal (Interpersonal Intelligence)
Kecerdasan kedua yang berhubungan dengan orang dan pemahaman terhadap diri sendiri merupakan hubungan interpersonal. Kecerdasan interpersonal, sebagai sisi lain dari kecerdasan intrapersonal, sangat berhubungan dengan kemampuan untuk memahami orang lain. Shearer (2004: 6) menyatakan bahwa “Kecerdasan interpersonal mendorong keberhasilan seseorang dalam mengatur hubungan antar individu. Dua keterampilan pokok itu merupakan kemampuan untuk mengenali dan menerima perbedaan antar individu dan kemampuan untuk mengenali emosi, suasana hati, perspektif, dan motivasi orang”. Contoh profesi yang pekerjaan sehari-harinya berhadapan dengan orang, seperti guru, dokter, polisi, atau pedagang perlu lebih trampil dalam kecerdasan interpersonal supaya lebih berhasil di tempat kerja (Checkley, 1997). Namun hal itu jauh lebih sulit bagi beberapa orang yang bekerja bersama orang lain di mana mereka tidak bisa memahami atau dengan siapa mereka tidak bisa berhubungan.

8.       Kecerdasan Naturalis (Naturalist Intelligence)
Lama sekali setelah Gardner menulis bukunya, Frames of Mind, ia menemukan bentuk kecerdasan yang lain. Bentuk kecerdasan kedelapan yang dimaksud oleh Gardner adalah kecerdasan naturalis. Shearer (2004: 6) menjelaskan bahwa “Orang yang menonjol dalam kecerdasan naturalis menunjukkan rasa empati, pengenalan, dan pemahaman tentang kehidupan dan alam (tanaman, hewan, geologi)”. Ada banyak bidang pekerjaan yang menghendaki bakat naturalis, seperti petani, ilmuwan, ahli tanah, dan orang yang berciri khas mengamati perilaku alam (Shearer, 2004). Walaupun ada banyak bidang pekerjaan yang memerlukan kekuatan kecerdasan naturalis, banyak orang dapat memiliki kekuatan kecerdasan naturalis dengan pemahaman sederhana dan memahami hakikat alam.

Beberapa prinsip penting yang harus diperhatikan dalam teori kecerdasan majemuk ini diantaranya adalah :
1.    Setiap orang memiliki delapan kecerdasan.  Teori ini bukan untuk menegaskan bahwa seseorang memiliki kecerdasan tertentu, tapi untuk menegaskan bahwa setiap orang memungkinkan memiliki delapan tipe kecerdasan.  Tentu saja, delapan tipe kecerdasan ini berfungsi berbarengan dengan cara yang berbeda-beda setiap orang.  Beberapa memiliki tingkatan yang sangat tinggi untuk beberapa kecerdasan.  Beberapa yang lainnya tidak terlalu menonjol pada kecerdasan yang lain.
2.    Orang pada umumnya dapat mengembangkan setiap kecerdasan sampai pada tingkat penguasaan yang memadai.    Menurut Gardner, setiap orang memiliki kemampuan mengembangkan kecerdasannya sampai pada kinerja tingkat tinggi yang memadai  jika ia mendapatkan dukungan, pengayaan, dan pembelajaran.
3.    Kecerdasan-kecerdasan umumnya bekerja bersamaan dengan cara yang kompleks.  Kecerdasan selalu berinteraksi satu sama lain.  Tidak ada kecerdasan yang mampu bekerja sendiri. Gardner mengecualikan untuk orang savant atau orang yang mengalami cedera otak. 
4.    Ada banyak cara agar menjadi cerdas dalam setiap kategori.  Artinya, tidak ada atribut standar agar seseorang bisa disebut cerdas pada wilayah tertentu.  Seseorang tidak pandai membaca cepat, tetapi ia mampu bercerita secara memukau di hadapan banyak orang untuk melengkapi kecerdasan.
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi yang memberikan landasan hukum yang kuat bagi pengembangan pendidikan vokasi di Indonesia menyatakan bahwa,  Pendidikan vokasi adalah pendidikan yang diarahkan pada penguasaan dan pengembangan keahlian terapan, beradaptasi pada bidang pekerjaan tertentu dan dapat menciptakan peluang kerja.Pendidikan vokasi menganut sistem terbuka (multi-entry-exit system) dan multimakna (berorientasi pada pembudayaan, pemberdayaan, pembentukan watak, dan kepribadian, serta berbagai kecakapan hidup life skill yang akan dilaksanakan melalui kurikulum 2013.
Adapun tujuan dari pendidikan Vokasi dan Kejuruan adalah sebagai berikut :
1.         Pengembangan kualitas dasar peserta didik ( daya pikir, daya qolbu, dan daya fisik ) yang diperlukan untuk bekerja pada bidang keahlian tertentu ( perencana, untuk lulusan bidang vokasi sedangkan tenaga terampil untuk lulusan kejuruan )
2.         Pengembangan kualitas instrumental yang diperlukan untuk bekerja pada bidang keahlian tertentu ( mono-disiplin, multi-disiplin, antar-disiplin, dan lintas disiplin, baik disiplin ilmu lunak maupun keras serta terapannya yaitu teknologi termasuk jiwa kewirausahaan). Secara spesifik, pendidikan vokasi dan kejuruan bertujuan untuk menyiapkan peserta didik memasuki dunia keja yang relevan dan mempu mengembangkan diri di tempat kerja yang syarat perubahan. Implikasinya, pendidikan vokasi dan kejuruan harus diselenggarakan secara kolaboatif dengan dunia usaha dan industri ( DU/DI), mulai dari perumusan standar kompetensi, penyusunan kurikulum, pelaksanaan proses belajar mengajar/pelatihan, evaluasi dan sertifikasi. Konsekwensinya, experiential learning harus diterapkan sehingga link & match antara institusi pendidikan vokasi dan kejuruan dengan DU/DI keharusan untuk dilaksanakan.

SARAN APLIKASI
Kecerdasan adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang. Kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang tidak akan semuanya sama dengan kemampuan-kemampuan yang dimiliki orang lain, karena kemampuan banyak jenisnya (beranekaragam), dan keanekaragaman dari kemampuan-kemampuan itu disebut dengan kecerdasan majemuk (multiple intelegensi).
Pola  pengajaran tradisional yang hanya  menekankan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa yang disampaikan dalam bentuk ceramah mungkin membosankan siswa. Teori Multiple  Intelligences  menyarankan  beberapa cara yang memungkinkan materi pelajaran dapat disampaikan dalam proses belajar yang lebih efektif. Cara-cara penyampaian materi pelajaran yang dapat digunakan oleh guru sebagai berikut : 1) Kata-kata (Linguistic Intelligence). 2) Angka atau logika (Logical -Mathematical Intelligence). 3) Gambar (Visual -Spatial Intelligence). 4) Musik (Musical Intelligence). 5) Pengalaman fisik (Bodily-Kinesthetic Intelligence). 6) Pengalaman sosial (Interpersonal Intelligence). 7) Refleksi diri (Intrapersonal Intelligence). 8) Pengalaman di lapangan (Naturalist Intelligence). 9) Peristiwa (Existence Intelligence).
Salah satu problem pendidikan di Indonesia selama ini adalah relevansi pendidikan dengan dunia kerja. Rendahnya Pendidikan di Indonesia kurang memperhatikan relevansi kurikulum dengan kebutuhan pasar, sebab lebih mengarah kepada pendidikan akademis ketimbang vokasional atau kejuruan yang menghasilkan tenaga kerja terampil. Pendekatan sistem pembelajaran perlu menyesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan terkini dalam menyiapkan lulusan untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu. Dan tentu saja jenis keahlian-keahlian yang diperoleh dari pendidikan vokasi harus sesuai dengan jenis kecerdasan yang dimiliki siswa sesuai dengan prinsip multipel intelegensi.
Upaya menerapkan Mulitiple Intelligences bukan hanya tanggung jawab guru dan kepala sekolah saja, tetapi pihak orang tua pun perlu dilibatkan. Kita harus bersinergi dengan pihak orang tua. Orang tua pun memiliki andil dalam menentukan cara belajar anaknya. Masih banyak orang tua yang memiliki pola pikir tradisional dalam memandang kemampuan yang harus dicapai oleh anaknya. Mereka masih memandang anaknya bodoh, jika anaknya tidak pandai dalam matematika atau bahasa. Pola pikir orang tua seperti itu harus diubah. Pihak sekolah hendaknya mengadakan seminar bagi orang tua. Seminar itu menjelaskan bahwa kecerdasan anak bukan hanya dipandang dari kemampuan matematika dan bahasa, melainkan masih banyak kemampuan lainnya yang dapat dikembangkan sesuai dengan keunikan anak. Jika pandangan baru ini diberikan kepada orang tua, diharapkan setiap orang tua dapat mendukung pihak sekolah untuk mengembangkan Multiple Intelligences. Salah satu bentuk peran serta orang tua dalam pengembangan Multiple Intelligences adalah dengan tidak memaksakan anak untuk hanya menguasai kemampuan matematika dan bahasa, tetapi mereka pun dapat membimbing dan mengarahkan anaknya sesuai dengan keunikannya masing-masing.

KESIMPULAN
Salah satu problem pendidikan di Indonesia selama ini adalah relevansi pendidikan dengan dunia kerja. Rendahnya Pendidikan di Indonesia kurang memperhatikan relevansi kurikulum dengan kebutuhan pasar, sebab lebih mengarah kepada pendidikan akademis ketimbang vokasional atau kejuruan yang menghasilkan tenaga kerja terampil. Pendekatan sistem pembelajaran perlu menyesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan terkini dalam menyiapkan lulusan untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu.
Teori Multiple Intelligences, mencoba untuk mengubah pandangan bahwa kecerdasan seseorang hanya terdiri dari kemampuan Logika (matematika) dan bahasa. Multiple Intelligences memberikan pandangan bahwa terdapat sembilan macam kecerdasan yang dimiliki oleh setiap orang. Yang membedakan antara yang satu dengan yang lainnya adalah komposisi atau dominasi dari kecerdasan tersebut.
Dengan memahami dan menerapkan pembelajaran berdasarkan multipel intelligences maka setiap siswa sebenarnya menerima apa yang sesuai dimiliki dan dibutuhkannya yang sesuai dengan bakat yang dibawanya sejak lahir. Penerapan pembelajaran multipel intelligences ini pada hakekatnya adalah sejalan dengan pendidikan vokasional (kejuruan) yang mengarah pada bidang-bidang tertentu yang sesuai dengan minat dan bakat siswa sehingga pendidikan yang diperoleh dari pendidikan vokasional tersebut menjadikan siswa mampu bekerja atau terjun kemasyarakat sesuai dengan bakatnya.

DAFTAR PUSTAKA
Chatib, Munif. 2009. Sekolahnya Manusia : Sekolah Berbasis Multiple Intelligences Indonesia. Bandung : Khaifa
Gardner, Howard. 2003. Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk). Batam : Interaksara
Jasmine, Julia. 2007. Panduan Praktis Mengajar Berbasis Multipel Intelligences.             Bandung : Nuansa
Rousseau, JJ. 1762. Emile Ou L’Educatiaon
Shearer,C.B.2004. Multiple Intelligences After 20 Years. Teacher College Record




Tidak ada komentar:

Posting Komentar