Proses
belajar mengajar sebenarnya adalah seni tingkat tinggi. Betapa tidak, banyak
hal yang terjadi pada lintasan informasi antara pemberi informasi (guru) dan
penerima informasi (siswa). Sebagai pemberi informasi (guru) harus berpikir
positif bahwa informasi yang diberikan kepada siswa-siswanya ‘mestinya’ mampu
ditanggap, dipahami, atau dimengerti oleh semua siswanya.
Namun
kenyataannya tidak seperti yang diharapkan, sering kali hari ini guru memberi
informasi, besiknya siswanya lupa. Penyebabnya tidak lain adalah :
1) Pihak
guru sebagai pihak pemberi informasi. Banyak guru sangat baik dalam membuat
rencana pembelajaran tapi penyampainnya menjadi tidak menarik di dalam kelas
disebabkan belum menguasai cara berkomunikasi yang baik dengan siswanya.
2) Pihak
siswa sebagai penerima informasi. Siswa harus berusaha menangkap informasi yang
disampaikan guru, sesuai dengan gaya belajarnya. Setiap orang mempunyai gaya
belajar masing-masing. Dan jumlah gaya belajar siswa yang beraneka ragam ini
seringkali menimbulkan masalah dengan guru.
Dalam
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 1 yakni, Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia,
serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Potensi
diri siswa sangat beraneka ragam karena pada dasarnya setiap manusia lahir
membawa bakatnya sendiri. Oleh karena itu, guru dalam mengajar siswa harus
mampu mengajar dengan menyesuaikan dengan kecenderungan kecerdasan siswanya.
Guru tidak hanya berperan menstransfer ilmu kepada siswa namun guru harus mampu
untuk memahami bahwa siswa adalah manusia yang memiliki harga diri, berhak
menerima keceriaan di sekolah sehingga perkembangan kesehatan mental siswa
dapat dioptimalkan.
Di dalam proses belajar mengajar, guru sering
kali lupa bahwa proses belajar mengajar pada dasarnya bagaimana membelajarkan
peserta didik dan bukan pada apa yang dipelajari peserta didik. Dengan
demikian, proses belajar mengajar menempatkan peserta didik sebagai subyek
bukan sebagai obyek. Oleh karena itu agar pembelajaran dapat mencapai hasil
yang optimal guru perlu memahami kekhasan peserta didik.
Setiap
manusia yang lahir sudah memiliki potensi yang meliputi : daya taqwa, cipta
(mampu berpikir), berperasaan (rasa), berkemauan (karsa), dan berkarya (karya).
Oleh karena itu guru sebagai pendidik harus menyadari dan memahami bahwa siswa
adalah manusia yang memiliki potensi-potensi tersebut. Untuk itu, penting bagi
guru agar berupaya mengembangkan potensi peserta didiknya agar menjadi manusia
yang mampu mengoptimalkan potensi yang dimiliki siswa sekaligus membentuk
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Learning is to gets
something new. Guru sebagai pemberi informasi harus
mampu memberikan sesuatu hal kepada peserta didik, baik diranah kognitif
(pengetahuan) maupun diranah afektif (rasa). Proses belajar mengajar harus
dilakukan oleh guru dengan high touch
education yaitu pembelajaran dengan mengembangkan potensi yang ada dalam
diri anak didik di sekolah, yaitu dengan kasih sayang terhadap anak didik,
penghargaan atau pujian terhadap peserta didik, memberikan keteladan, ketegasan
dalam mendidik dan bukan menghukum siswa. Dengan high touch education, guru
harus mampu mengembangkan potensi peserta didiknya dengan pendekatan hati yakni
dengan cara menyentuh pikirannya, menyentuh perasaannya, dapat merubah
sikapnya, dan dapat membuat siswa lebih bertanggung jawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar