Minggu, 15 Maret 2015
PENERAPAN MULTIPLE INTELLIGENCES MELALUI PENDIDIKAN VOKASIONAL
Muhadis Mahameru (Guru Produktif SMK
Negeri 1 Anambas, muhadis_mahameru@yahoo.co.id)
ABSTRAK
T
|
iap siswa unik,
mempunyai ciri-ciri tersendiri, lain dari pada yang lain. Walaupun setiap siswa
berbeda dengan siswa yang lain, banyak pula persamaan antara mereka. Pendidikan
seyogyanya mencangkup perkembangan kognitif, afektif dan psikomotor, oleh
karena itu agar pendidikan dan keunikan siswa dapat berjalan seirama maka
kurikulum hendaknya memperhitungkan keunikan siswa agar ia sedapat mungkin
dapat berkembang sesuai dengan bakatnya. Dan bakat atau potensi dari siswa
tersebut akan dapat lebih optimal dikembangkan melalui wadah formal berupa
pendidikan vokasional.
Kata Kunci : Multipel Intellegences, Pendidikan
Vokasional
ABSTRACT
Every
student is unique, he or she has his or her own characteristics. They are
different each others. Although every student is different from others,
actually there are many similarities between them. Education should covers the
development of 3 ascpects: cognitive, affective and psychomotor, therefore, in
order the education and the uniqueness of students can walk in rhythm, the
curriculum should consider the uniqueness of the students so that they can
develop their talent accordingly. the talent or the potential of these students
will be more optimally developed through formal educational institusion, named Vocational Education
Key Words : Multiple
Intelegencies, Vocational Education
PENDAHULUAN
Sekolah
merupakan tempat menyampaikan kebudayaan kepada generasi muda demi kelanjutan
bangsa dan negara. Sekolah juga wadah dalam memberi sumbangan kepada perbaikan
dan pembangunan masyarakat. selain itu sekolah juga sebagai tempat
mengembangkan pribadi anak seutuhnya. Untuk melakukan tugas itu dengan baik,
maka harus diperhitungkan anak sebagai faktor penting dalam pengembangan
kurikulum. Rousseau (1712-1778) dalam bukunya Emile mengatakan bahwa segala
sesuatu yang datang dari Tuhan adalah baik, akan tetapi menjadi rusak dalam
tangan manusia yang telah dipengaruhi oleh kebudayaan. Ia menganjurkan agar
anak diberi kesempatan untuk berkembang menurut kodrat alam masing-masing.
Kendala bagi
dunia pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas adalah masih
banyaknya sekolah yang mempunya pola pikir tradisional dalam menjalankan proses
belajarnya, yakni sekolah hanya menekankan pada kemampuan logika (matematika)
dan bahasa. Suatu kekeliruan yang besar jika setiap kenaikan kelas, prestasi
anak didiknya hanya diukur dengan kemampuan matematika dan bahasa. Dengan
demikian sistem pendidikan nasional yang mengukur tingkat kecerdasan anak didik
yang semata-mata hanya menekankan kemampuan logika dan bahasa perlu direvisi.
Pendekatan di
dalam pembelajaran yang sangat mementingkan aspek-aspek akademik cenderung
memberikan tekanan pada perkembangan intelligensi saja, karena hanya terbatas
aspek kogitif sehingga manusia telah dipersempit menjadi sekedar memiliki
kecerdasan kognitif atau yang sering disebut dengan IQ. Saat ini kemajuan dan
perkembangan-perkembangan ilmiah yang terkait dengan hal tersebut, serta
memiliki model-model praktis rekayasa mengenai kecerdasan banyak dijadikan
rujukan bagi perkembangan kecerdasan khususnya di dunia pendidikan.
Howard Gardner
memperkenalkan penelitiannya yang berkaitan dengan multiple intellegences
(kecerdasan majemuk). Teorinya menghilangkan anggapan yang ada selama ini
tentang kecerdasan manusia. Gardner menolak asumsi bahwa individu hanya
memiliki kecerdasan tunggal. Meskipun individu sebagian besar individu
menunjukkan penguasaan seluruh spektrum kecerdasan, tetapi sebagian besar
individu memiliki tingkat penguasaan yang berbeda. Individu memiliki beberapa
kecerdasan dan kecerdasan-kecerdasan itu bergabung menjadi satu kesatuan
membentuk kemampuan pribadi yang cukup tinggi. Namun, setiap kecerdasan tampak
memiliki urutan perkembangan sendiri, tumbuh dan menjelma pada waktu yang
berbeda dalam suatu kehidupan, sehingga seseorang memiliki kecenderungan pada
bidangnya masing-masing.
Sejalan dengan
pernyataan di atas peningkatan mutu pendidikan, menyangkut pengendalian
komponen-komponen pendidikan yang menunjang terpenuhinya mutu pendidikan yang
berdasarkan kecenderungan kecerdasan pada bidangnya masing-masing maka
dilaksanakan pendidikan vokasi (kejuruan).
TINJAUAN PUSTAKA
Teori kecerdasan majemuk
(Multiple Intelligence atau MI) merupakan istilah yang relatif baru yang
dikenalkan oleh Howard Gardner. Jasmine (2007: 5) menjelaskan bahwa “Teori
tentang Kecerdasan Majemuk (KM) adalah salah satu perkembangan paling penting
dan paling menjanjikan dalam pendidikan dewasa ini”. Teori KM didasarkan atas
karya Howard Gardner, pakar psikologi perkembangan, yang berupaya menciptakan
teori baru tentang pengetahuan sebagai bagian dari karyanya di Universitas
Harvard. Gardner berkenaan dengan teori tersebut, yaitu Frame of Mind (1983)
menjelaskan ada delapan macam kecerdasan manusia yang meliputi bahasa
(linguistic), musik (musical), logika-matematika (logical-mathematical),
spasial (spatial), kinestetis-tubuh (bodily-kinesthetic), intrapersonal
(intrapersonal), interpersonal (interpersonal), dan naturalis (naturalits).
Berikut ini dijelaskan secara ringkas satu persatu dari bentuk-bentuk
kecerdasan yang dimaksud oleh Gardner.
1.
Kecerdasan
Bahasa (Linguistic Intelligence).
Kecerdasan
bahasa erat hubungannya dengan keterampilan orang dalam menguasai bahasa
tulisan dan lisan. Shearer (2004: 4) menjelaskan bahwa “Ciri utama dari
kecerdasan bahasa meliputi kemampuan menggunakan kata-kata secara efektif dalam
membaca, menulis, dan berbicara. Keterampilan berbahasa penting sekali untuk
memberikan berbagai penjelasan, deskripsi, dan ungkapan ekspresif”. Banyak
orang dengan kecerdasan bahasa yang menonjol mempunyai kemampuan dalam
bersyair, atau gaya menulis yang kaya ekspresi (Gardner, 2003). Gardner percaya
para penyair dan penulis berbakat mempunyai pemahaman yang kuat tentang
semantik (arti kata-kata), fonologi (bunyi bahasa), pragmatik (penggunaan
bahasa), dan sintaksis (kaidah bahasa) dalam menggunakan kata-kata dan gagasan
uniknya.
Komponen lain dari kecerdasan bahasa adalah memori lisan (verbal memory). Gardner (2003) menjelaskan bahwa “Kemampuan untuk mengingat informasi seperti daftar-daftar lisan yang panjang merupakan bentuk lain dari kecerdasan bahasa”. Oleh karena kekuatan memori lisan, maka mengingat dan mengulangi kata-kata yang panjang menjadi mudah bagi orang dengan kecerdasan bahasa yang menonjol. Bagi orang yang kuat memori lisannya maka gagasan mengalir dengan konstan hal ini disebabkan mereka mempunyai banyak kata-kata di dalam memori lisannya. Tanpa menghiraukan bagian khusus dari kekuatan memori lisan, penekanan terjadi baik pada bahasa tulis maupun bahasa lisan dalam kecerdasan bahasa (Gardner, 2003).
Komponen lain dari kecerdasan bahasa adalah memori lisan (verbal memory). Gardner (2003) menjelaskan bahwa “Kemampuan untuk mengingat informasi seperti daftar-daftar lisan yang panjang merupakan bentuk lain dari kecerdasan bahasa”. Oleh karena kekuatan memori lisan, maka mengingat dan mengulangi kata-kata yang panjang menjadi mudah bagi orang dengan kecerdasan bahasa yang menonjol. Bagi orang yang kuat memori lisannya maka gagasan mengalir dengan konstan hal ini disebabkan mereka mempunyai banyak kata-kata di dalam memori lisannya. Tanpa menghiraukan bagian khusus dari kekuatan memori lisan, penekanan terjadi baik pada bahasa tulis maupun bahasa lisan dalam kecerdasan bahasa (Gardner, 2003).
2.
Kecerdasan Musik
(Musical Intelligence).
Kecerdasan yang
muncul lebih awal pada manusia dibanding kecerdasan lain adalah bakat musik.
Shearer (2004 : 4) menjelaskan bahwa “Kecerdasan musikal meliputi kepekaan
terhadap tangga nada, irama, dan warna bunyi (kualitas suara) serta aspek
emosional akan bunyi yang berhubungan dengan bagian fungsional dari apresiasi
musik, bernyanyi, dan memainkan alat musik”. Agar dapat dikatakan menonjol pada
kecerdasan musik maka seseorang harus mempunyai kemampuan auditorial dengan
baik (Gardner, 2003). Kemampuan auditorial tidak hanya menjadikan seseorang
mampu mendengar dan merangkai musik saja, juga seseorang mampu mengingat
pengalaman bermusik. Gardner (2003 : 102) juga menjelaskan bahwa “Kemampuan
bermusik berhubungan dengan memori suara. Sekian persen dari apa yang didengar
seseorang akan masuk dalam alam bawah sadarnya dan menjadi bagian pokok dari
daya ingatnya”. Musik sering dimasukkan dalam ranah kecerdasan karena merupakan
komponen memori. Pesinetron dan pengarang lagu adalah contoh orang-orang yang memiliki
kecerdasan musik yang menonjol.
3.
Kecerdasan
Logika-Matematika (Logical-Mathematical Intelligence).
Bentuk lain dari
kecerdasan manusia adalah kecerdasan logika-matematika. Shearer (2004: 4)
menyatakan bahwa “Kecerdasan logika-matematika meliputi keterampilan berhitung
juga berpikir logis dan keterampilan pemecahan masalah”. Matematikawan bukanlah
satu-satunya ciri orang yang menonjol dalam kecerdasan logika-matematika.
Siapapun yang dapat menunjukkan kemampuan berhitung dengan cepat, menaksir, melengkapi
permasalahan aritmetika, memahami atau membuat alasan tentang hubungan-hubungan
antar angka, menyelesaikan pola atau melengkapi irama bilangan, dan membaca
penanggalan atau sistem notasi lain sudah merupakan ciri menonjol dari
kecerdasan logika-matematika (Gardner, 2003).
4.
Kecerdasan
Visual-Spasial (Visual-Spatial Intelligence)
Kecerdasan ruang
kadang-kadang disebut juga dengan kecerdasan visual-spasial. Kecerdasan ini
meliputi kemampuan-kemampuan untuk merepresentasikan dunia melalui
gambaran-gambaran mental dan ungkapan artistik (Shearer, 2004). Gardner (2003 :
173) mengakui bahwa “Pusat bagi kecerdasan ruang adalah kapasitas untuk
merasakan dunia visual secara akurat, untuk melakukan transformasi dan
modifikasi terhadap persepsi awal atas pengelihatan, dan mampu menciptakan
kembali aspek dari pengalaman visual, bahkan sampai pada ketidakhadiran dari
stimulus fisik yang berhubungan dengan pengalaman visualnya”. Ada banyak
profesi atau ciri orang yang memerlukan kecerdasan ruang seperti, seorang pelaut
memerlukan kemampuan untuk mengemudikan perahunya dengan bantuan peta; seorang
arsitek dapat memanfaatkan sepetak ruang untuk membuat bangunan, dan seorang
gelandang harus mampu memperkirakan seberapa jauh penyerang dapat menerima
operan bola (Checkley, 1997). Kecerdasan visual-spasial berhubungan dengan
objek dan ruang yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
5.
Kecerdasan
Kinestetik-Tubuh (Bodily-Kinesthetic Intelligence)
Suatu kecerdasan
yang sangat aktif yang dianugrahkan pada manusia adalah kecerdasan
kinestetik-tubuh. Shearer (2004: 5) menjelaskan bahwa “Kecerdasan kinestetik
menyoroti kemampuan untuk menggunakan seluruh badan (atau bagian dari badan)
dalam membedakan berbagai cara baik untuk ekspresi gerak (tarian, akting)
maupun aktivitas bertujuan (atletik)”. Penari dan perenang merupakan contoh
dalam mengembangkan penguasaan gerak badan mereka sesuai gerakan khusus. Ada
juga kemampuan menggerakkan objek dengan gerakan kompleks, seperti pemain
basebal dan pemain musik. Semua orang dengan kecerdasan kinestetik-tubuh yang
menonjol mampu menggunakan otot-ototnya untuk mengendalikan gerak badannya,
memiliki koordinasi tangan-mata, dan mampu menggerakkan objek untuk melengkapi
sejumlah gerak kompleks atau mengatur sebuah pesan (Gardner, 1983).
6.
Kecerdasan
Intrapersonal (Intrapersonal Intelligence)
Ada dua
kecerdasan yang berhubungan dengan perasaan diri sendiri. Pertama kecerdasan
pribadi yang berhubungan dengan aspek internal dari seseorang. Hal itu disebut
dengan kecerdasan intrapersonal. Shearer (2004: 6) menjelaskan bahwa “Fungsi
penting dari kecerdasan intrapersonal ialah meliputi penilaian-diri yang
akurat, penentuan tujuan, memahami-diri atau instropeksi, dan mengatur emosi
diri. Jika seseorang sudah memiliki kecerdasan intrapersonal yang kuat maka ia
mampu memahami dirinya sebagai pribadi, apakah menyangkut potensi dirinya,
bagaimana ia mereaksi terhadap berbagai hal, dan apa yang menjadi cita-citanya
(Checkley, 1997). Dengan kecerdasan intrapersonal yang baik diharapkan setiap
orang mampu membuat keputusan dan menentukan perilakunya tanpa harus selalu
diarahkan dari orang lain.
7.
Kecerdasan
Interpesonal (Interpersonal Intelligence)
Kecerdasan kedua
yang berhubungan dengan orang dan pemahaman terhadap diri sendiri merupakan
hubungan interpersonal. Kecerdasan interpersonal, sebagai sisi lain dari
kecerdasan intrapersonal, sangat berhubungan dengan kemampuan untuk memahami
orang lain. Shearer (2004: 6) menyatakan bahwa “Kecerdasan interpersonal
mendorong keberhasilan seseorang dalam mengatur hubungan antar individu. Dua
keterampilan pokok itu merupakan kemampuan untuk mengenali dan menerima
perbedaan antar individu dan kemampuan untuk mengenali emosi, suasana hati,
perspektif, dan motivasi orang”. Contoh profesi yang pekerjaan sehari-harinya
berhadapan dengan orang, seperti guru, dokter, polisi, atau pedagang perlu
lebih trampil dalam kecerdasan interpersonal supaya lebih berhasil di tempat
kerja (Checkley, 1997). Namun hal itu jauh lebih sulit bagi beberapa orang yang
bekerja bersama orang lain di mana mereka tidak bisa memahami atau dengan siapa
mereka tidak bisa berhubungan.
8.
Kecerdasan
Naturalis (Naturalist Intelligence)
Lama sekali
setelah Gardner menulis bukunya, Frames of Mind, ia menemukan bentuk kecerdasan
yang lain. Bentuk kecerdasan kedelapan yang dimaksud oleh Gardner adalah
kecerdasan naturalis. Shearer (2004: 6) menjelaskan bahwa “Orang yang menonjol
dalam kecerdasan naturalis menunjukkan rasa empati, pengenalan, dan pemahaman
tentang kehidupan dan alam (tanaman, hewan, geologi)”. Ada banyak bidang
pekerjaan yang menghendaki bakat naturalis, seperti petani, ilmuwan, ahli
tanah, dan orang yang berciri khas mengamati perilaku alam (Shearer, 2004).
Walaupun ada banyak bidang pekerjaan yang memerlukan kekuatan kecerdasan
naturalis, banyak orang dapat memiliki kekuatan kecerdasan naturalis dengan
pemahaman sederhana dan memahami hakikat alam.
Beberapa prinsip penting
yang harus diperhatikan dalam teori kecerdasan majemuk ini diantaranya adalah :
1. Setiap
orang memiliki delapan kecerdasan. Teori ini bukan untuk menegaskan
bahwa seseorang memiliki kecerdasan tertentu, tapi untuk menegaskan bahwa
setiap orang memungkinkan memiliki delapan tipe kecerdasan. Tentu
saja, delapan tipe kecerdasan ini berfungsi berbarengan dengan cara yang
berbeda-beda setiap orang. Beberapa memiliki tingkatan yang sangat
tinggi untuk beberapa kecerdasan. Beberapa yang lainnya tidak
terlalu menonjol pada kecerdasan yang lain.
2. Orang
pada umumnya dapat mengembangkan setiap kecerdasan sampai pada tingkat
penguasaan yang memadai. Menurut Gardner, setiap orang
memiliki kemampuan mengembangkan kecerdasannya sampai pada kinerja tingkat
tinggi yang memadai jika ia mendapatkan dukungan, pengayaan, dan
pembelajaran.
3. Kecerdasan-kecerdasan
umumnya bekerja bersamaan dengan cara yang kompleks. Kecerdasan
selalu berinteraksi satu sama lain. Tidak ada kecerdasan yang mampu
bekerja sendiri. Gardner mengecualikan untuk orang savant atau orang
yang mengalami cedera otak.
4. Ada
banyak cara agar menjadi cerdas dalam setiap kategori. Artinya,
tidak ada atribut standar agar seseorang bisa disebut cerdas pada wilayah
tertentu. Seseorang tidak pandai membaca cepat, tetapi ia mampu
bercerita secara memukau di hadapan banyak orang untuk melengkapi kecerdasan.
Undang-Undang
Nomor 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi yang memberikan landasan hukum
yang kuat bagi pengembangan pendidikan vokasi di Indonesia menyatakan bahwa, Pendidikan vokasi adalah pendidikan yang
diarahkan pada penguasaan dan pengembangan keahlian terapan, beradaptasi pada
bidang pekerjaan tertentu dan dapat menciptakan peluang kerja.Pendidikan vokasi
menganut sistem terbuka (multi-entry-exit system) dan multimakna (berorientasi
pada pembudayaan, pemberdayaan, pembentukan watak, dan kepribadian, serta
berbagai kecakapan hidup life skill yang akan dilaksanakan melalui kurikulum
2013.
Adapun tujuan dari pendidikan
Vokasi dan Kejuruan adalah sebagai berikut :
1.
Pengembangan
kualitas dasar peserta didik ( daya pikir, daya qolbu, dan daya fisik ) yang
diperlukan untuk bekerja pada bidang keahlian tertentu ( perencana, untuk
lulusan bidang vokasi sedangkan tenaga terampil untuk lulusan kejuruan )
2.
Pengembangan
kualitas instrumental yang diperlukan untuk bekerja pada bidang keahlian
tertentu ( mono-disiplin, multi-disiplin, antar-disiplin, dan lintas disiplin,
baik disiplin ilmu lunak maupun keras serta terapannya yaitu teknologi termasuk
jiwa kewirausahaan). Secara spesifik, pendidikan vokasi dan kejuruan bertujuan
untuk menyiapkan peserta didik memasuki dunia keja yang relevan dan mempu
mengembangkan diri di tempat kerja yang syarat perubahan. Implikasinya,
pendidikan vokasi dan kejuruan harus diselenggarakan secara kolaboatif dengan
dunia usaha dan industri ( DU/DI), mulai dari perumusan standar kompetensi,
penyusunan kurikulum, pelaksanaan proses belajar mengajar/pelatihan, evaluasi
dan sertifikasi. Konsekwensinya, experiential learning harus diterapkan
sehingga link & match antara institusi pendidikan vokasi dan kejuruan
dengan DU/DI keharusan untuk dilaksanakan.
SARAN APLIKASI
Kecerdasan adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang. Kemampuan-kemampuan yang dimiliki
seseorang tidak akan semuanya sama dengan kemampuan-kemampuan yang dimiliki orang
lain, karena kemampuan banyak jenisnya (beranekaragam), dan keanekaragaman dari
kemampuan-kemampuan itu disebut dengan kecerdasan majemuk (multiple
intelegensi).
Pola pengajaran tradisional yang hanya
menekankan pada kemampuan logika
(matematika) dan bahasa yang disampaikan dalam bentuk ceramah mungkin
membosankan siswa. Teori Multiple Intelligences menyarankan beberapa cara
yang
memungkinkan materi pelajaran dapat disampaikan dalam proses belajar
yang lebih efektif.
Cara-cara penyampaian materi
pelajaran yang dapat
digunakan oleh guru sebagai berikut : 1) Kata-kata (Linguistic Intelligence). 2) Angka atau
logika (Logical -Mathematical Intelligence). 3) Gambar (Visual -Spatial
Intelligence). 4) Musik (Musical Intelligence). 5) Pengalaman fisik
(Bodily-Kinesthetic Intelligence). 6) Pengalaman sosial (Interpersonal
Intelligence). 7) Refleksi diri (Intrapersonal Intelligence). 8) Pengalaman di
lapangan (Naturalist Intelligence). 9) Peristiwa (Existence Intelligence).
Salah satu problem pendidikan di Indonesia selama ini
adalah relevansi pendidikan dengan dunia kerja. Rendahnya Pendidikan di Indonesia kurang memperhatikan relevansi kurikulum
dengan kebutuhan pasar, sebab lebih mengarah kepada pendidikan akademis
ketimbang vokasional atau kejuruan yang menghasilkan tenaga kerja terampil.
Pendekatan sistem pembelajaran perlu menyesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan
terkini dalam menyiapkan lulusan untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian
terapan tertentu. Dan tentu saja jenis keahlian-keahlian yang diperoleh dari
pendidikan vokasi harus sesuai dengan jenis kecerdasan yang dimiliki siswa
sesuai dengan prinsip multipel intelegensi.
Upaya
menerapkan Mulitiple Intelligences bukan hanya tanggung
jawab guru dan kepala sekolah saja, tetapi pihak orang tua pun perlu dilibatkan. Kita harus bersinergi dengan pihak orang tua. Orang tua pun memiliki andil dalam menentukan cara belajar anaknya. Masih
banyak orang tua yang memiliki
pola pikir tradisional dalam memandang kemampuan yang harus dicapai oleh anaknya.
Mereka masih memandang anaknya bodoh, jika anaknya tidak pandai
dalam matematika atau bahasa. Pola pikir orang tua seperti itu harus diubah.
Pihak sekolah hendaknya mengadakan seminar bagi orang tua. Seminar itu menjelaskan bahwa kecerdasan anak bukan hanya dipandang dari kemampuan
matematika dan bahasa,
melainkan masih banyak kemampuan lainnya
yang dapat dikembangkan sesuai dengan keunikan
anak. Jika pandangan
baru ini diberikan kepada
orang tua, diharapkan setiap orang tua dapat mendukung pihak sekolah
untuk mengembangkan Multiple Intelligences. Salah satu bentuk
peran serta orang tua
dalam pengembangan Multiple Intelligences adalah dengan tidak
memaksakan anak untuk hanya menguasai
kemampuan matematika dan bahasa, tetapi
mereka pun dapat membimbing dan mengarahkan anaknya sesuai dengan keunikannya masing-masing.
KESIMPULAN
Salah satu
problem pendidikan di Indonesia selama ini adalah relevansi pendidikan dengan
dunia kerja. Rendahnya Pendidikan di Indonesia kurang memperhatikan relevansi
kurikulum dengan kebutuhan pasar, sebab lebih mengarah kepada pendidikan
akademis ketimbang vokasional atau kejuruan yang
menghasilkan tenaga kerja terampil. Pendekatan sistem pembelajaran perlu
menyesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan terkini dalam menyiapkan lulusan untuk
memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu.
Teori Multiple Intelligences,
mencoba untuk mengubah pandangan bahwa kecerdasan seseorang hanya terdiri dari
kemampuan Logika (matematika)
dan
bahasa. Multiple Intelligences memberikan pandangan bahwa terdapat
sembilan macam kecerdasan yang dimiliki oleh setiap
orang. Yang membedakan antara yang satu dengan yang lainnya
adalah komposisi atau dominasi dari kecerdasan tersebut.
Dengan memahami dan menerapkan pembelajaran
berdasarkan multipel intelligences maka setiap siswa sebenarnya menerima apa
yang sesuai dimiliki dan dibutuhkannya yang sesuai dengan bakat yang dibawanya
sejak lahir. Penerapan pembelajaran multipel intelligences ini pada hakekatnya
adalah sejalan dengan pendidikan vokasional (kejuruan) yang mengarah pada
bidang-bidang tertentu yang sesuai dengan minat dan bakat siswa sehingga
pendidikan yang diperoleh dari pendidikan vokasional tersebut menjadikan siswa
mampu bekerja atau terjun kemasyarakat sesuai dengan bakatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Chatib, Munif. 2009. Sekolahnya Manusia : Sekolah Berbasis Multiple Intelligences Indonesia.
Bandung : Khaifa
Gardner, Howard. 2003. Multiple
Intelligences (Kecerdasan Majemuk). Batam : Interaksara
Jasmine, Julia. 2007. Panduan Praktis Mengajar Berbasis Multipel Intelligences. Bandung : Nuansa
Rousseau, JJ. 1762. Emile Ou L’Educatiaon
Shearer,C.B.2004. Multiple Intelligences After 20 Years. Teacher College Record
TUGAS POKOK DAN FUNGSI PENGAWAS SEKOLAH
A.
Pendahuluan
Pendidikan
merupakan unsur yang sangat berperan dalam kemajuan suatu bangsa. Nasib bangsa
Indonesia di masa mendatang bisa dilihat dan diukur dari kualitas lembaga
pendidikannya, baik formal, nonformal maupun informal. Ketertinggalan
pendidikan di Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara lain salah satu
penyebabnya adalah kemunduran kualitas lembaga pendidikan sehingga hanya
sedikit melahirkan generasi penerus yang mampu memenangkan persaingan global.
Sesuai
dengan pasal 1 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003,
ditegaskan bahwa fungsi pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan berkembangnya peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Dalam konteks ini, tujuan pendidikan adalah
sebagai penuntun, pembimbing, dan petunjuk arah bagi para pendidik, kepala
sekolah maupun pengawas sekolah agar bekerja sama mewujudkan tujuan pendidikan
tersebut.
Dalam proses pendidikan, pengawasan atau supervisi merupakan bagian tidak
terpisahkan dalam upaya peningkatan prestasi belajar dan mutu sekolah.
Sahertian (1981:19) menegaskan bahwa
pengawasan atau supervisi pendidikan tidak lain dari usaha memberikan
layanan kepada stakeholder pendidikan, terutama kepada guru-guru, baik secara
individu maupun secara kelompok dalam usaha memperbaiki
kualitas proses dan hasil pembelajaran. Burhanuddin (1990:284) memperjelas
hakikat pengawasan pendidikan pada hakikat substansinya. Substansi hakikat
pengawasan yang dimaksud menunjuk pada segenap upaya bantuan supervisor kepada
stakeholder pendidikan terutama guru yang ditujukan pada perbaikan-perbaikan
dan pembinaan aspek pembelajaran. Bantuan yang diberikan kepada guru harus
berdasarkan penelitian atau pengamatan yang cermat dan penilaian yang objektif
serta mendalam dengan acuan perencanan program pembelajaran yang telah dibuat.
Proses bantuan yang diorientasikan pada upaya peningkatan kualitas proses dan
hasil belajar itu penting, sehingga bantuan yang diberikan benar-benar tepat
sasaran. Jadi bantuan yang diberikan itu harus mampu memperbaiki dan
mengembangkan situasi belajar mengajar.
Dengan menyadari pentingnya upaya
peningkatan mutu dan efektifitas sekolah dapat (dan memang tepat) dilakukan
melalui pengawasan. Atas dasar itu maka kegiatan pengawasan harus difokuskan
pada perilaku dan perkembangan siswa sebagai bagian penting dari:
kurikulum/mata pelajaran, organisasi sekolah, kualitas belajar mengajar,
penilaian/evaluasi, sistem pencatatan, kebutuhan khusus, administrasi dan
manajemen, bimbingan dan konseling, peran dan tanggung jawab orang tua dan
masyarakat (Law dan Glover 2000). Ofsted (2005) menyatakan bahwa fokus
pengawasan sekolah meliputi: (1) standard dan prestasi yang diraih siswa, (2)
kualitas layanan siswa di sekolah (efektifitas belajar mengajar, kualitas
program kegiatan sekolah dalam memenuhi kebutuhan dan minat siswa, kualitas
bimbingan siswa), serta (3) kepemimpinan
dan manajemen sekolah.
B. Karakteristik Yang Harus Dimiliki Pengawas
Pengawas
sekolah adalah guru pegawai negeri sipil yang diangkat dalam jabatan pengawas
sekolah (PP 74 tahun 2008). Pengawas adalah kegiatan pengawas sekolah dalam menyusun
program pengawasan, melaksanakan program pengawasan, evaluasi hasil pelaksanaan
program, dan melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional guru.
Pengawas
satuan pendidikan adalah tenaga kependidikan profesional berstatus PNS yang
diangkat dan diberi tugas, tanggung jawab dan
wewenang secara penuh oleh pejabat berwenang untuk melaksanakan pengawasan akademik dan
pengawasan manajerial melalui kegiatan pemantauan, penilaian, pembinaan,
pelaporan dan tindak lanjut .(Nana Sujana,2006)
Hal ini dilakukan pengawas disekolah yang merupakan binaannya.
Peraturan
Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
ditandaskan pada Pasal 55 ayat 1,
Pengawasan satuan Pendidikan memiliki peran dan tugas untuk Pemantauan,
supervisi, evaluasi, pelaporan dan tindak lanjut hasil pengawasan yang harus
dilakukan secara teratur dan kesinambungan.
Lebih lanjut pada Pasal 57 ditegaskan, bahwa tugas supervisi
meliputi: Supervisi akademik dan manajerial terhadap keterlaksanaan dan
ketercapaian tujuan pendidikan disekolah.
Menurut
Subarna (2009), jabatan fungsional pengawas sekolah merupakan profesi
tersendiri yang tidak diartikan sebagai kelanjutan profesi guru. Untuk menjadi
pengawas sekolah, seseorang harus menjadi guru atau kepala sekolah, setidaknya
pernah menjadi guru. Dengan demikian, pengawas sekolah dapat memahami apa yang
dilakukan dan seharusnya dilakukan oleh guru dan kepala sekolah.
Pengawas
sekolah bertugas melakukan pengawasan terhadap dua hal penting dalam pendidikan
di sekolah, yaitu proses pendidikan dan pengelolaan sekolah. Proses pendidikan
terkait erat dengan kegiatan pengembangan potensi kognitif, afektif dan
psikomotorik siswa. Sementara pengelolaan sekolah berkaitan dengan pengaturan
dalam memanfaatkan sumber daya sekolah secara efektif dan efisien.
Dalam buku
kerja pengawas sekolah (2011) disebutkan bahwa pengawas sekolah yang
profesional harus memiliki beberapa karakteristik. Karakteristik yang harus
dimiliki pengawas sekolah yaitu :
1.
Menampilkan kemampuan pengawas dalam bentuk kinerja.
2.
Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme.
3.
Melaksanakan tugas kepengawasan secara efektif dan
efisien.
4.
Memberikan layanan prima untuk semua pemangku
kepentingan.
5.
Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan.
6.
Mengembangkan metode dan strategi kerja kepengawasan
terus menerus.
7.
Memiliki kapasitas untuk bekerja secara mandiri.
8.
Memiliki tanggung jawab profesi.
9.
Mematuhi kode etik profesi pengawas.
10. Memiliki
komitmen dan menjadi anggota organisasi profesi kepengawasan sekolah.
Lebih lanjut
dalam buku kerja pengawas (2011) menjelaskan bahwa seorang pengawas profesional
dalam menjalankan tugas pengawasan harus memiliki :
1.
Kecermatan melihat kondisi sekolah.
2.
Ketajaman analisis dan sintesis.
3.
Ketepatan dan kreatifitas dalam memberikan treatment
yang diperlukan, serta
4.
Kemampuan berkomunikasi yang baik dengan setiap
individu di sekolah.
C. Bidang Kepengawasan
Dalam rangka
peningkatan dan penjaminan mutu pendidikan, peran pengawas sekolah bukan hanya
memantau implementasi standar pendidikan saja, melainkan juga memperbaiki dan
mencegah penyimpangan dari tujuan pendidikan. Peran pengawas sekolah dalam
meningkatkan dn menjamin mutu pendidikan maka pengawas sekolah dibagi dengan
beberapa bidang pengawasan, yaitu :
1.
Pengawas Taman Kanak-kanak; adalah pengawas sekolah
yang mempunyai tugas, tanggungjawab, wewenang dan hak secara penuh dalam
melaksanakan tugas pengawasan pada pendidikan usia dini formal baik negeri
maupun swasta dalam teknis penyelenggaraan dan pengembangan program
pembelajaran di taman kanak-kanak.
2.
Pengawas Sekolah Dasar; adalah pengawas sekolah yang
mempunyai tugas, tanggungjawab, wewenang dan hak secara penuh dalam
melaksanakan tugas pengawasan pada sejumlah sekolah baik negeri maupun swasta
baik pengelolaan sekolah maupun seluruh mata pelajaran Sekolah Dasar kecuali
mata pelajaran pendidikan agama dan pendidikan jasmani dan kesehatan.
3.
Pengawas mata pelajaran/rumpun mata pelajaran; adalah
pengawas sekolah yang mempunyai tugas, tanggungjawab, wewenang dan hak secara
penuh dalam melaksanakan tugas pengawasan mata pelajaran atau rumpun mata
pelajaran tertentu pada sejumlah sekolah baik negeri maupun swasta.
4.
Pengawas pendidikan luar biasa; adalah pengawas
sekolah yang mempunyai tugas, tanggungjawab, wewenang dan hak secara penuh
dalam melaksanakan tugas pengawasan pada sejumlah sekolah baik negeri maupun
swasta pada sekolah luar biasadi lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional
untuk seluruh mata pelajaran.
5.
Pengawas bimbingan dan konseling; adalah pengawas
sekolah mempunyai tugs, tanggungjawab, wewenang dan hak secara penuh dalam
melaksanakan tugas pengawasan pada sejumlah sekolah negeri maupun swasta pada
kegiatan bimbingan dan konseling.
Untuk dapat
menjadi pengawas yang profesional sesuai dengan bidang kepengawasan, maka
pengawas harus memenuhi kualifikasi yang telah ditentukan. Permendiknas No. 12
Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah menetapkan kualifikasi dan
kompetensi yang harus dimiliki pengawas sekolah. Kualifikasi pengawas sekolah
sesuai dengan bidang kepengawasan yang diatur dalam Permendiknas tersebut
adalah sebagai berikut :
1.
Pengawas TK/RA dan SD/MI
a.
Berpendidikan minimum sarjana (S1) atau diploma empat
(D-IV) kependidikan dari perguruan tinggi terakreditasi.
b.
Guru TK/RA bersertifikat pendidik sebagai guru TK/RA
dengan pengalaman kerja minimum delapan tahun di TK/RA atau kepala sekolah
TK/RA dengan pengalaman kerja minimum 4 tahun, untuk menjadi pengawas TK/RA.
Sementara pada SD/MI, guru SD/MI bersertifikat pendidik sebagai guru SD/MI
dengan pengalaman kerja minimum delapan tahun di SD/MI atau kepala sekolah
SD/MI dengan pengalaman kerja minimum 4 tahun, untuk menjadi pengawas SD/MI.
c.
Memiliki pangkat minimum penata, golongan ruang III/C.
d.
Berusia setinggi-tingginya 50 tahun, sejak diangkat
sebagai pengawas di satuan pendidikan.
e.
Memenuhi kompetensi sebagai pengawas satuan pendidikan
yang dapat diperoleh melalui uji kompetensi dan atau pendidikan dan pelatihan
fungsional pengawas, pada lembaga yang ditetapkan pemerintah.
f.
Lulus seleksi pengawas satuan pendidikan.
2.
Pengawas SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK
a.
Memiliki pendidikan minimum magister (S2) kependidikan
dengan berbasis sarjana (S1) dalam rumpun mata pelajaran yang relevan pada
perguruan tinggi terakreditasi.
b.
Guru SMP/MTs bersertifikat pendidik sebagai guru
SMP/MTs dengan pengalaman kerja minimum delapan tahun dalam rumpun mata
pelajaran yang relevan di SMP/MTs atau kepala sekolah SMP/MTs dengan pengalaman
kerja minimum 4 tahun, untuk menjadi pengawas pengawas SMP/MTs sesuai dengan
rumpun mata pelajarannya.
Pada SMA/MA, guru SMA/MA
bersertifikat pendidik sebagai guru dengan pengalaman kerja minimum delapan
tahun dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di SMA/MA atau kepala sekolah
SMA/MA dengan pengalaman kerja minimum 4 tahun, untuk menjadi pengawas SMA/MA
sesuai dengan rumpun mata pelajarannya.
Sementara pada SMK/MAK, guru SMK/MAK
bersertifikat pendidik sebagai guru SMK/MAK dengan pengalaman kerja minimum
delapan tahun dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di SMK/MAK atau kepala
sekolah SMK/MAK dengan pengalaman kerja minimum 4 tahun, untuk menjadi pengawas
SMK/MAK sesuai dengan rumpun mata pelajarannya.
c.
Memiliki pangkat minimum penata, golongan ruang III/C.
d.
Berusia setinggi-tingginya 50 tahun, sejak diangkat
sebagai pengawas satuan pendidikan.
e.
Memenuhi kompetensi sebagai pengawas satuan pendidikan
dan pelatihan fungsional pengawas, pada lembaga yang ditetapkan pemerintah.
f.
Lulus seleksi pengawas satuan pendidikan.
Dengan
terpenuhinya kualifikasi pengawas sesuai dengan bidang kepengawasannya,
diharapkan pengawas dapat menjalankan profesinya secara profesional yang
bermuara pada tercapainya tujuan pendidikan nasional.
D. Kode Etik Pengawas
Pengawas
sekolah dalam menjalankan fungsinya harus selalu berpedoman pada kode etik
pengawas sekolah. Menurut buku kerja pengawas, kode etik yang perlu dijalankan
oleh pengawas sekolah antara lain :
1.
Dalam melaksanakan tugas, senantiasa berlandaskan iman
dan taqwa, serta mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi.
2.
Merasa bangga mengemban tugas sebagai pengawas
sekolah.
3.
Memiliki pengabdian yang tinggi dalam menekuni tugas
sebagai pengawas sekolah.
4.
Bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab dalam
tugasnya sebagai pengawas sekolah.
5.
Menjaga citra dan nama baik selaku pembina dalam
melaksanakan tugas sebagai pengawas sekolah.
6.
Memiliki disiplin yang tinggi dalam melaksanakan tugas
profesi sebagai pengawas sekolah.
7.
Mampu menampilkan keberadaannya sebagai aparat dan
tokoh yang diteladani.
8.
Siap dan terampil untuk menanggapi dan membantu
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi aparat binaannya.
9.
Memiliki rasa kesetiakawanan sosial yang tinggi, baik
terhadap aparat binaan maupun terhadap sesama pengawas sekolah.
Dengan
menjalankan kode etik pengawas maka peran pengawas sebagai supervisor
pendidikan dapat berjalan dengan baik tanpa ada rasa sentimen timbul dari guru
atau kepala sekolah yang diawasi.
E. Tugas Pokok dan Fungsi Pengawas
Jenjang
jabatan pengawas sekolah menurut Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 21 tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional
Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya pasal 13, disebutkan bahwa jenjang
pengawas sekolah dibagi menjadi tiga, mulai dari jenjang yang terendah sampai
dengan jenjang yang tertinggi yaitu pengawas muda (golongan III/C-IIID),
pengawas madya (golongan IV/A-IVC), dan pengawas utama (golongan IV/D-IVE).
Masih
berpijak pada Permen PAN dan RB no. 21 Tahun 2010 pasal 5, tugas pokok pengawas
sekolah adalah melaksanakan tugas pengawasan akademik dan manajerial pada
satuan pendidikan yang meliputi penyusunan program pengawasan, pelaksanaan
pembinaan, pemantauan pelaksanaan delapan Standar Nasional Pendidikan,
penilaian, pembimbingan dan pelatihan profesional guru, evaluasi hasil
pelaksanaan program pengawasan dan pelaksanaan tugas kepengawasan di daerah
khusus. Rincian tugas pokok di atas sesuai dengan jabatan pengawas sekolah
adalah sebagai berikut :
1.
Pengawas Sekolah Muda;
a.
Menyusun program pengawasan.
b.
Melaksanakan pembinaan guru.
c.
Memantau pelaksanaan standar isi, standar proses, standar
kompetensi lulusan, standar penilaian.
d.
Melaksanakan penilaian kinerja guru.
e.
Melaksanakan evaluasi hasil pelaksanaan program
pengawasan pada sekolah binaan.
f.
Menyusun program pembimbingan dan pelatihan
profesional guru di KKG/MGMP/MGP dan sejenisnya.
g.
Melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional
guru.
h.
Mengevaluasi hasil pembimbingan dan pelatihan
profesional guru.
2.
Pengawas Sekolah Madya;
a.
Menyusun program pengawasan.
b.
Melaksanakan pembinaan guru dan/atau kepala sekolah.
c.
Memantau pelaksanaan standar isi, standar proses,
standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar
sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan standar
penilaian pendidikan.
d.
Melaksanakan penilaian kinerja guru dan/atau kepala
sekolah.
e.
Melaksanakan evaluasi hasil pelaksanaan program
pengawasan pada sekolah binaan.
f.
Menyusun program pembimbingan dan pelatihan
profesional guru dan/atau kepala sekolah di KKG/MGMP/MGP dan/atau KKS/MKKS dan
sejenisnya.
g.
Melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional
guru dan/atau kepala sekolah.
h.
Melaksanakan pembimbingan dan pelatihan kepala sekolah
dalam menyusun program sekolah, rencana kerja, pengawasan dan evaluasi,
kepemimpinan sekolah dan sistem informasi dan manajemen.
i.
Mengevaluasi hasil pembimbingan dan pelatihan
profesional guru dan/atau kepala sekolah.
j.
Membimbing pengawas sekolah muda dalam melaksanakan
tugas pokok.
3.
Pengawas Sekolah Utama;
a.
Menyusun program pengawasan.
b.
Melaksanakan pembinaan guru dan kepala sekolah.
c.
Memantau pelaksanaan standar isi, standar proses,
standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar
sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan standar
penilaian pendidikan.
d.
Melaksanakan penilaian kinerja guru dan kepala
sekolah.
e.
Melaksanakan evaluasi hasil pelaksanaan program
pengawasan pada sekolah binaan.
f.
Mengevaluasi hasil pelaksanaan program pengawasan
tingkat kabupaten/kota atau provinsi.
g.
Menyusun program pembinaan dan pelatihan profesional
guru dan kepala sekolah di KKG/MGMP/MGP dan/atau KKS/MKKS dan sejenisnya.
h.
Melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional
guru dan kepala sekolah.
i.
Melaksanakan pembimbingan dan pelatihan kepala sekolah
dalam menyusun program sekolah, rencana kerja, pengawasan dan evaluasi,
kepemimpinan sekolah, dan sistem informasi dan manajemen.
j.
Mengevaluasi hasil pembimbingan dan pelatihan
profesional guru dan kepala sekolah.
k.
Membimbing pengawas sekolah muda dan pengawas sekolah
madya dalam melaksanakan tugas pokok.
l.
Melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional
guru dan kepala sekolah dalam pelaksanaan penelitian tindakan.
Pada
intinya, tugas pokok pengawas sekolah, antara lain (1) menyusun program
pengawasan sekolah; (2) memantau pelaksanaan delapan standar; (3) menilai
administrasi, akademis, dan fungsional; (4) melakukan pengawasan di daerah
khusus. Daerah khusus adalah daerah yang terpencil atau terbelakang, daerah
dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil, daerah perbatasan dengan negara
lain, daerah yang mengalami bencana alam, bencana sosial atau daerah yang
berada dalam keadaan darurat lain. Tugas pokok tersebut diarahkan untuk
mengawasi kinerja guru dalam pembelajaran dan kinerja kepala sekolah dalam
mengelola pendidikan.
Berdasarkan
cakupan tugas pengawas tersebut, tugas-tugas pengawas dapat dijabarkan dalam
tabel berikut :
Tabel Tugas
Pengawas Sekolah
Rincian Tugas
|
Pengawasan Akademik
(Teknis Pendidikan/
Pebelajaran)
|
Pengawasan Manajerial
(Administrasi dan Manajemen Sekolah)
|
Inspecting/
Pengawasan
|
-
Pelaksanaan kurikulum mata pelajaran.
-
Proses pembelajaran/ praktikum/studi lapangan
-
Kegiatan ekstrakulikuler
-
Penggunaan media,alat bantu, dan sumber belajar.
-
Kemajuan belajar siswa
-
Lingkungan belajar
|
-
Pelaksanaan kurikulum sekolah
-
Penyelenggaraan administrasi sekolah
-
Kinerja kepala sekolah dan staf sekolah
-
Kemajuan pelaksanaan pendidikan di sekolah
-
Kerjasama sekolah dengan masyarakat
|
Advising/
Menasehati
|
-
Menasihati guru dalam pembelajaran/bimbingan yang
efektif
-
Guru dalam meningkatkan kompetensi profesional
-
Guru dalam melaksanakan penilaian proses dan hasil
belajar
-
Guru dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas
-
Guru dalam meningkatkan kompetensi pribadi, sosial
dan paedagogik
|
-
Kepala sekolah di dalam mengelola pendidikan
-
Kepala sekolah dalam melaksanakan inovasi pendidikan
-
Kepala sekolah dalam peningkatan kemampuan
profesional kepala sekolah
-
Menasihati staf sekolah dalam melaksanakan tugas
administrasi sekolah
-
Kepala sekolah dan staf dalam kesejahteraan sekolah
|
Monitoring/
Memantau
|
-
Ketahanan pembelajaran
-
Pelaksanaan ujian mata pelajaran
-
Standar mutu hasil belajar siswa
-
Pengembangan profesi guru
-
Pengadaan dan pemanfaatan sumber-sumber belajar
|
-
Penyelenggaraan kurikulum
-
Administrasi sekolah
-
Manajeman sekolah
-
Kemajuan sekolah
-
Pengembangan SDM sekolah
-
Penyelenggaraan ujian sekolah
-
Penyelenggaraan penerimaan siswa baru
|
Coordinating/
Mengkoordinasi
|
-
Pelaksanaan inovasi pembelajaran
-
Pengadaan sumber-sumber belajar
-
Kegiatan peningkatan kemampuan profesi guru
|
-
Mengkoordinasi peningkatan mutu SDM sekolah
-
Penyelenggaraan inovasi di sekolah
-
Mengkoordinasi akreditasi sekolah
-
Mengkoordinasi kegiatan sumber daya pendidikan
|
Reporting
|
-
Kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran
-
Kemajuan belajar siswa
-
Pelaksanaan tugas kepengawasan akademik
|
-
Kinerja kepala sekolah
-
Kinerja staf sekolah
-
Standar mutu pendidikan
-
Inovasi pendidikan
|
Menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 57 tentang Standar Nasional Pendidikan,
supervisi dilakukan secara teratur dan berkesinambungan oleh pengawas sekolah.
Penyusunan program supervisi difokuskan pada pembinaan kepala sekolah dan guru,
pemantauan delapan standar nasional pendidikan, dan penilaian kinerja kepala
sekolah dan guru. Untuk menjalankan tugas pokoknya, pengawas sekolah
melaksanakan fungsi supervisi, yaitu supervisi manajerial dan supervisi
akademik.
Supervisi
Akademik
Supervisi
akademik adalah fungsi supervisi yang berkenaan dengan aspek pembinaan dan
pengembangan kemampuan profesional guru dalam meningkatkan mutu pembelajaran
dan bimbingan di sekolah. Hal tersebut dapat dilalaksanakan melalui kegiatan
tatap muka atau non tatap muka, melalui kegiatan sebagai berikut :
1.
Pembinaan;
a.
Tujuan :
1)
Meningkatkan pemahaman kompetensi guru terutama
kompetensi pedagogik dan kompetensi profesionalisme (Tupoksi guru, Kompetensi
guru, pemahaman kurikulum)
2)
Meningkatkan kemampuan guru dalam pengimplementasian
Standar isi, standar proses, standar kompetensi kelulusan dan standar penilaian
(pola pembelajaran KTSP, pengembangan silabus dan RPP, pengembangan penilaian,
pengembangan bahan ajar dan penulisan butir soal)
3)
Meningkatkan kemampuan guru dalam menyusun Penelitian
Tindakan Kela (PTK)
b.
Ruang Lingkup :
1)
Melakukan pendampingan dalam meningkatkan kemampuan
guru menyusun administrasi perencanaan pembelajaran/program bimbingan
2)
Melakukan pendampingan dalam meningkatkan kemampuan
guru dalam proses pelaksanaan pembelajaran/bimbingan
3)
Melakukan pendampingan membimbing guru dalam
meningkatkan kemampuan melaksanakan penilaian hasil belajar peserta didik
4)
Melakukan pendampingan dalam meningkatkan kemampuan
guru menggunakan media dan sumber belajar
5)
Memberikan masukan kepada guru dalam memanfaatkan
llingkungan dan sumber belajar
6)
Memberikan rekomendasi kepada guru mengenai tugas
membimbing dan melatih peserta didik
7)
Memberi bimbingan kepada guru dalam menggunakan
tehnologi informasi dan komunikasi untuk pembelajaran
8)
Memberi bimbingan kepada guru dalam pemanfaatan hasil
penilaian untuk perbaikan mutu pendidikan dan pembelajaran/pembimbingan
9)
Memberikan bimbingan kepada guru untuk melakukan
refleksi hasil-hasil yang dicapainya
c.
Pemantauan
Pelaksanaan standar isi, standar
kompetensi lulusan, standar proses, dan standar penilaian
d.
Penilaian (Kinerja Guru) :
1)
Merencanakan pembelajaran
2)
Melaksanakan pembelajaran
3)
Menilai hasil pembelajaran
4)
Membimbing dan melatih peserta didik
5)
Melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada
pelaksanaan kegiatan pokok sesuai dengan beban kerja guru
Supervisi
Manajerial
Supervisi
manajerial atau pengawasan manajerial merupakan fungsi supervisi yang berkenaan
dengan aspek pengelolaan sekolah yang terkait langsung dengan peningkatan
efisiensi dan efektifitas sekolah yang mencangkup perencanaan, koordinasi,
pelaksanaan, penilaian, pengembangan kompetensi sumber daya tenaga pendidik,
dan kependidikan (Sudjana dkk, 2011:21). Sasaran supervisi manajerial adalah
membantu kepala sekolah dan staf sekolah lainnya dalam mengelola administrasi
pendidikan, seperti :
1.
Administrasi kurikulum
2.
Administrasi keuangan
3.
Administrasi sarana prasarana/perlengkapan
4.
Administrasi personal atau ketenagaan
5.
Administrasi kesiswaan
6.
Administrasi hubungan sekolah dan masyarakat
7.
Administrasi budaya dan lingkungan sekolah
8.
Aspek-aspek administrasi lainnya dalam upaya
meningkatkan mutu pendidikan.
Sudjana dkk
(2011:22) mengemukakan bahwa kegiatan pengawas sekolah dalam supervisi
manajerial sebagai berikut :
1.
Pembinaan;
a.
Tujuan
Tujuan pembinaan kepala sekolah
yaitu peningkatan pemahaman dan pengimplementasian kompetensi yang dimiliki
oleh kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari untuk mencapai
Standar Nasional Pendidikan (SNP)
b.
Ruang Lingkup
1)
Pengelolaan sekolah yang meliputi penyusunan program
sekolah berdasarkan SNP, baik rencana kerja tahunan maupun rencana kerja 4
tahunan, pelaksanaan program, pengawasan dan evaluasi internal, kepemimpinan
sekolah dan sistem informasi manajeman
2)
Membantu kepala sekolah melakukan evaluasi diri
sekolah (EDS) dan merefleksikan hasil-hasilnya dalam upaya penjaminanmutu
pendidikan.
3)
Mengembangkan perpustakaan dan laboratorium serta
sumber-sumber belajar lainnya.
4)
Kemampuan kepala sekolah dalam membimbing pengembangan
program bimbingan konseling
5)
Melakukan pendampingan terhadap kepala sekolah dalam
pengelolaan dan administrasi sekolah (supervisi manajerial) yang meliputi :
a)
Memberikan masukan dalam pengelolaan dan administrasi
kepala sekolah berdasarkan manajemen peningkatan mutu pendidikan di sekolah
b)
Melakukan pendampingan dalam melaksanakan bimbingan
konseling di sekolah
c)
Memberikan bimbingan kepada kepala sekolah untuk
melakukan refleksi hasil-hasil yang dicapainya
2.
Pemantauan
Pelaksanaan standar nasional
pendidikan di sekolah dan memanfaatkan hasil-hasilnya untuk membantu kepala
sekolah mempersiapkan akreditasi sekolah
3.
Penilaian
Penilaian kinerja kepala sekolah
tentang pengelolaan sekolah sesuai dengan standar nasional pendidikan
Hasil
penilaia pengawas sekolah tidak dibiarkan begitu saja, tetapi perlu dipelajari
secara seksama untuk merancang tindak lanjut yang tepat. Menurut Sudjana dkk.
(2011:23), untuk meningkatkan profesionalisme kepala sekolah dalam melaksanakan
tugasnya maka ditindaklanjuti dengan kegiatan bimbingan dan pelatihan kepala
sekolah dengan tahapan sebagai berikut :
1.
Menyusun program pembimbingan dan pelatihan
profesional kepala sekolah di KKKS/MKKS dan sejenisnya
2.
Melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional
kepala sekolah.
3.
Melaksanakan pembimbingan dan pelatihan kepala sekolah
dalam menyusun program sekolah, rencana kerja, pengawasan dan evaluasi,
kepemimpinan sekolah, dan sistem informasi dan manajemen.
4.
Mengevaluasi hasil pembimbingan dan pelatihan
profesional kepala sekolah
5.
Melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional
kepala sekolah dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas/sekolah
Dalam
melaksanakan fungsi supervisi manajerial, pengawas sekolah berperan sebagai
fasilisator, asesor, informan, dan evaluator. Sebagai fasilisator, pengawas
sekolah menciptakan lingkungan yang kondusif untuk mendukung proses
perencanaan, koordinasi, dan pengembangan tata kelola sekolah. Sebagai asesor,
pengawas sekolah melakukan identifikasi dan analisis terhadap aspek kekuatan
dan kelemahan sekolah. Sebagai informan, pengawas sekolah memberikan berbagai
informasi yang dibutuhkan untuk mengembangkan kualitas sekolah. Sementara
sebagai evaluator, pengawas sekolah memberikan penilaian terhadap berbagai
aspek yang mempengaruhi kualitas manajerial sekolah.
DAFTAR
PUSTAKA
Depdiknas.
2008. Metode dan Tehnik Supervisi.
Jakarta : Direktorat Tenaga Kependidikan, Ditjen PMPTK
Kemendikbud.
2012. Pedoman Penilaian Kinerja Pengawas
Sekolah Muda/Madya/Utama. Jakarta : PSDMPK dan PMP, Kemendiknas.
Kemendiknas.
2010. Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja
Guru. Jakarta : Ditjen PMPTK, Kemendiknas
Peraturan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 21
Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya
Permendiknas
Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah
Subarna,
Babang. 2009. Strategi Pengawas Dalam
Rangka Meningkatkan Mutu Pendidikan Melalui Pemberdayaan Gugus. “dalam http://babangsubarna.blogspot.com
Sudjana dkk, Nana. 2011. Buku Kerja Pengawas Sekolah. Jakarta :
Kemendiknas
Langganan:
Postingan (Atom)